Page 3 of 3 FirstFirst 123
Results 41 to 51 of 51

Thread: Usia Masuk SD

  1. #41
    pelanggan tetap Hai_Lee's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    830
    Kalau anaknya emang mau sekolah yah disekolahkan. kalau ga mau jangan dipaksa. menurutku sih sekolah paling enak. saya umur 16 udah kuliah. ada pro dan ada kontra.

    pro-nya, umur masih kecil, masih punya waktu untuk eksperimen dan belajar banyak. ga enaknya kurang masa bermainnya. udah lulus kuliah, kewajiban semakin besar. tergantung mental dan emosi anak. Bisa nanggung? Jujur saya belum siap lulus kuliah tepat waktu. Jadi saya tambah satu jurusan lagi walau cuma nambah satu semester.

  2. #42
    Chief Cook etca's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    aarde
    Posts
    11,135
    Permisi permisi mau numpang OOT,

    Hari ini hari Rabu, hari pertama masuk sekolah negeri.
    Ngelewatin beberapa SDN pas mau berangkat kerca.
    ebusett, lapangan SD penuh ama ortu yang nungguin anaknya yang kelas 1 pertama masuk sekolah.

    Kenapa sih musti ditungguin, kalau emang mau dianter, kan bisa didrop ajah. Ga usah ditungguin.
    Yang ga siap mental anaknya masuk sekolah dasar sebenarnya ortunya atau anaknya sih?

  3. #43
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    bukan mutu rendah, cuma mau pake tolok ukur apa?

    Kalau tolok ukurnya produksi pemenang nobel, 3 nega
    ra Tiger Parenting itu belum apa-apa

    Kalau tolok ukurnya produksi jurnal ilmiah, lain lagi
    hasilnya...

    kalau tolok ukurnya Produksi Hafidz-Hafidzah, jelas In
    donesia nomor 1

    Kalau tolok ukurnya kemampuan akademis saat siswa
    berusia 15 tahun?

    consider this
    The costs of the "examination hell" have been evident not only in a grim and joyless adolescence for many, if not most, young South Koreans, but also in the number of suicides caused by the constant pressure of tests.[18] Often, those who committed suicide have been top achievers who suffered from despair after experiencing a slump in test performance.[17][19] Roughly 53.4% of South Korean youths who consider suicide cite excessive competition as the reason.[9] the multiple choice format of periodic high school tests and university entrance examinations has left students little opportunity to develop their creative talents.[13] A "facts only" orientation has promoted a cramped view of the world that has tended to spill over into other areas of life.[citation needed]
    The Annual Report on China’s Education (2014), also known as the Blue Book of Education, looked at the apparent causes of 79 suicides by elementary and high school students last year, reports the China Daily on May 14. It found that just under 93 percent happened after arguments with teachers or were attributed to the intense pressure to study put on young people.

    “The pursuit of high test scores not only brings pressure to students, but also to teachers, making the relationship between teachers and students worse, especially when students perform poorly in exams, which finally leads to some students’ suicides,” concluded Cheng Pingyuan, a professor of Nanjing Normal University and the main author of the study.
    A report by the Britain-based Samaritans suicide prevention service found that 70 per cent of those self-harming, with accompanying suicidal thoughts, did this because of worries about schoolwork, a much higher figure than other stated problems (such as relationships, bullying and parental issues).

    In Hong Kong, there has been less study of mental health problems in the young. However, recent research has revealed very worrying facts.

    A 2012 study by Daniel Shek and Lu Yu at the Polytechnic University found almost a third of 3,328 students questioned reported self-harming and more than 13 per cent had suicidal thoughts.

    Suicide is the leading cause of death among Hong Kong youth. A report in the journal Suicide and Life Threatening Behaviour in 2006, by Margaret Lee and her colleagues at the Chinese University, found that suicidal thoughts among adolescents were strongly associated with test anxiety and parental dissatisfaction with academic performance. A further study by Lee of 3,383 students in 2009 also found strong correlations between suicidal feelings and school failure.
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  4. #44
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    ebusett, lapangan SD penuh ama ortu yang nungguin anaknya yang kelas 1 pertama masuk sekolah.
    di jalan depan rumah ane, penuh motor ibu-ibu muda
    yang nganterin anak-anak nya....

    Jadi nya gw paling betah manasin motor di teras
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  5. #45
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Quote Originally Posted by Ronggolawe
    makanya di atas, contoh di keluarga cuma sampai
    SMP... begitu SMA, sudah ngga mikirin ranking,
    yang penting fokus pada mata ujian EBTANAS dan
    UMPTN...
    Kalo pemikiranku sekarang sbg ortu, dan ini saya terapkan ke anak2ku, masa2 krusial bagi pendidikan anak2 adalah SD. Ini yang membuat saya "terpaksa" sekolahin ketiga anakku ke SD swasta soale kebetulan untuk SD negeri yg deket2 rumah semua ndak bagus menurut kriteriaku. Untuk jenjang SMP, ini udah tak praktekkan ke si sulung, saya udah relatif bisa lepaskan ndak perlu pake waskat (pengawasan melekat) lagi bahkan SMAnya saya lepas keluar kandang (Jogja), tinggal tetap terus pantau dan kasih motivasi n semangat aja ke anak.

    Quote Originally Posted by Ronggolawe
    dan semua adik-adik tak racuni ide yang
    sama, sampai ortu puyeng ngga bisa pamer presta
    sir sekolah anak-anaknya lagi ...
    Kalo saya dulu malah ndak pernah ngeracunin adik2ku tapi tetep aja mereka (yg laki2) keracunan ikut2an "jejak buruk" kakaknya. Adik ke-2 DO dari ITB meskipun akhirnya lanjut di PTS sampe S1, adik ke-3 DO dari UGM ndak pernah lanjut, cuman adik yg cewek aja yg bisa langsung tamat S1.

    Quote Originally Posted by Ronggolawe
    Yang penting enjoy masa SMA dan setahun di kelas
    tiga benar-benar fokus untuk lulus di PTN favorit, bi
    arpun dikelas masuk rangking 15 belakang
    Saya dulu malah enjoy terus dari SD sampe SMA.

    Saya masuk SD umur 6thn kurang dikit, lulus SMA 18thn lebih dikit soale SMP nya 3,5thn kena perubahan awal tahun ajaran dari Januari ke Juli. Prestasi ndak malu2in meskipun pernah (sengaja) "9 dari 13 mapel di rapor dapet nilai merah" yg penting asal ndak pas rapor kenaikan kelas aja, tapi se-nakal2nya ndak pernah jadi ******** apalagi kriminal lho. Ikut test PTN terbaik di kampungku langsung diterima, jurusannya favorit di jaman itu lagi.

    Quote Originally Posted by Ndugu
    saya pribadi sangat setuju dengan ide eve mengenai anak mengenal dunia dll, dan saya juga suka dengan ide untuk mengambil jeda waktu antara sma dan kuliah untuk eksplorasi.
    Nah ya itu, kenapa saya dulu ndak kepikiran kayak gitu yak? Saya dulu begitu lulus SMA perasaan langsung berasa "gamang kayak kehilangan sesuatu". Pas menginjakkan kaki ke kampus berasa masuk ke "dunia lain", tanpa melewati "dunia transisi" shg akhirnya datang ke kampus ngasal2an cuma sekedar buat lolos dari DO di 2thn pertama. Setelah lolos dari itu malah justru sengaja men-DO-kan diri ndak mau nongol ke kampus lagi...seterusnya.

    Tapi kalo di-pikir2 "gap year" itu juga beresiko lho, bisa2 jadi keenakan akhirnya males kembali nerusin sekolah lagi. Apalagi, sebagai indikasi, bahkan di forum ini sampe ada trit "Budaya Malas Pasca Libur Panjang".

    Anyway, belajar dari pengalaman, mudah2an pengalaman "pahit" itu ndak nurun ke anakku. Tanpa bermaksud menyalahkan ortuku tapi saya merasa bahwa saya dulu terlalu dilepas sama ortu, terlalu dibebasin akhirnya jadi sak karepe dewe.

    Eh jadinya kok malah curcol yak.

    Quote Originally Posted by Ronggolawe
    dan menurut gw sih, proses pendidikan itu lomba fun
    bike antar kota antar propinsi bahkan antar pulau, bu
    kankah dari ayunan sampai liang lahat kita dituntut
    untuk terus belajar...

    lagi mikir-mikir mau ngambil S2 nih, syukur-syukur bisa
    S3.
    Nah kalo ini menurutku adalah "gap year" yg pas, memang perlu ada jeda waktu antara jenjang S1-S2-S3. Kalo bablas dari SD sampe S2 apalagi S3 tanpa jeda waktu apa ndak bosen kali yak?!

    Tapi kalo soal terus belajar sih, apaboleh buat, kalo saya sendiri kayaknya pilih jalur informal/otodidak aja deh, soale peluang yg ada cuma itu kayaknya...

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  6. #46
    pelanggan tetap kirsh's Avatar
    Join Date
    Jul 2011
    Posts
    544
    Menurut pengamatanku dari murid2 yang selama ini aku tangani,

    Anak kecil yang belum cukup umur dan "terpaksa" masuk SD, biasanya mentalnya belum terbentuk. Aku sendiri mengalami, anak-anak itu biasanya yang sangat brilian, baik dalam tulis menulis ataupun calistung, tapi belum bisa menerima ritme sekolah dasar. Karena, secara perkembangan psikologisnya, mereka masih suka bermain, jadi belum bisa mengikuti disiplin dan cara bersekolah.

    Rasanya sayang sekali jika anak-anak ini dipaksa untuk lepas dari masa bermainnya. Takutnya, nanti mereka jadi merasa tidak puas bermain, dan dilampiaskan ketika mereka sudah SMP atau SMA, karena merasa sudah jenuh.

    Akan tetapi, semua juga kembali ke cara mendidik orang tua. Karena, yang paling dekat dengan sang anak kan ya orang tua sendiri. Juga, tergantung pada setiap anak, karena setiap anak itu perkembangannya berbeda. Kalau misalnya [MENTION=62]eve[/MENTION] merasa bahwa Aulia sudah waktunya masuk ke SD, coba di tes dulu ke psikolog. Biar psikolog melihat dan mengetest, biar bisa dilihat kematangan mentalnya.

  7. #47
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    dan ortu (yang punya anak/ngurus anak sekolah)harusnya paling tahu gimana anak2nya

    jadi fokus ke anak masing2, lihat apakah anak sudah siap. jangan dipaksa ngukur persis seperti anak orang lain.

    kalau eve ngotot anak masuk lebih dini, pelajari risikonya dan persiapkan mitigasinya gitu aja, begitupun kalau ditunggu sampai waktunya 6 tahun.
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  8. #48
    pelanggan setia eve's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    4,118
    saya gak ngotot, saya hanya melihat ini sebuah kesempatan lain. makanya saya butuh banyak masukan dan pertimbangan.. terimakasih semuanya.... saya sangat menghargai semua respon yang diberikan... dan saya siap menampung lagi. monggo dilanjut sembari saya merenugkan....

    btw, soal psikolog, kok saya merasa agaaakk gemana gituu.... dia kan jadi psikolog karena jalur akademisi, bukan karena studi empiris aka pengalaman (cmiiw), kalau mantap2an kok saya gak mantap ya kalau ke psikolog. apa saya aneh ya memandang seorang psikolog dengan skeptis?

  9. #49
    pelanggan setia Porcelain Doll's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    6,347
    lah, eve..kalo psikolog cuma dari pengalaman aja...gimana tuh?
    setiap orang yg berpengalaman bisa klaim seenaknya dong
    minimal mereka mempelajari ilmu yg benarnya....dan ilmu itu kan udah memasuki proses tahunan lamanya sampai bisa jadi ilmu
    itu juga dari kumpulan pengalaman kan?

    tapi kalo ga yakin, ya udah ga usah pake psikolog segala
    coba gih tanyain aulianya langsung...mau ga masuk SD?
    Popo Nest

  10. #50
    pelanggan tetap Shaka_RDR's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    1,330
    IMO nih,

    klo cewe, gpp masuk SD agak cepet. ntar klo dia udah SMP/SMA minimal dia masih lebih muda dari temen2 sekelasnya.... biar gebetannya lebih tua dikit. ga lucu kan klo gebetannya lebih muda

    klo cowo, berdasarkan alasan yg sama jangan terlalu cepet masuk SD. agak telat juga no problemo...
    Space available for Ads.
    PM for nego

  11. #51
    pelanggan setia eve's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    4,118
    Quote Originally Posted by Porcelain Doll View Post
    lah, eve..kalo psikolog cuma dari pengalaman aja...gimana tuh?
    setiap orang yg berpengalaman bisa klaim seenaknya dong
    minimal mereka mempelajari ilmu yg benarnya....dan ilmu itu kan udah memasuki proses tahunan lamanya sampai bisa jadi ilmu
    itu juga dari kumpulan pengalaman kan?

    tapi kalo ga yakin, ya udah ga usah pake psikolog segala
    coba gih tanyain aulianya langsung...mau ga masuk SD?
    he eh... aulia keknya masih penngen main. saya ngandelin akselerasi sajah... hehehehehe...

    ---------- Post Merged at 11:27 PM ----------

    Quote Originally Posted by Shaka_RDR View Post
    IMO nih,

    klo cewe, gpp masuk SD agak cepet. ntar klo dia udah SMP/SMA minimal dia masih lebih muda dari temen2 sekelasnya.... biar gebetannya lebih tua dikit. ga lucu kan klo gebetannya lebih muda

    klo cowo, berdasarkan alasan yg sama jangan terlalu cepet masuk SD. agak telat juga no problemo...
    aih ko saka... kan masih ada kaka kelas... hehehehehhe...

Page 3 of 3 FirstFirst 123

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •