Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast
Results 21 to 40 of 51

Thread: Usia Masuk SD

  1. #21
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    yang ambisi2 gini memang kasus ekstrim dan ga usah diikuti
    tapi saya yakin masi banyak kok yang memang genuine untuk kebaikan anak


    what do you think about this rong?
    https://www.youtube.com/watch?v=9ggQNpRKw60
    rada ngga tradisional sih
    saya menganggap ini sebagai gaya pendidikan alternatif, dan kebetulan sistem higher education di amrik mendukung gaya sekola seperti itu

  2. #22
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    ngga tahu juga... just not for my kids saja
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  3. #23
    pelanggan setia eve's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    4,118
    Quote Originally Posted by ndugu View Post
    si aulianya udah pengen sekolah blom?
    dan ini kan baru tk kecil ya? ntar masi ada tk besar kan? jadi kan bukan langsung lompat ke sd.
    hu umh gu, tk kecil. tadinya memang mau ke tk besar. sama kek ponakan. tapi kakak nanya kemaren mau masukin sd umur berapa? kalau sd nya mau nerima, dia pengen masukin anaknya tahun depan (gak pakai tk besar).

    kalau lihat2 browsing di net, kebanyakan alasan anak dibawah 7 th belum boleh masuk sd karena takut jenuh, bosan, tidak bisa konsentrasi, masih harus dikembangkan sisi kenyamanannya, pengarahan emosi dan imajinasinya. sedangkan kalau paud - tk kan kebanyakan isinya permainan. sedangkan begitu sd, dia harus duduk dan tidak boleh rame, harus megang pensil/balpoin melulu, konsentrasi.

    saya pribadi lihatnya malah ponakan saya yang masih gak bisa "anteng", belum kepikiran untuk mengenal angka dan abjad. sedangkan anak saya (tanpa saya paksa), sering nanya2 sendiri ini huruf apa, iseng nulis di kertas, "nama lengkapnya bunda apa?" terus dia seolah nulis di kertas, tapi tentu saja coret2an...

    sekarang dia mulai nulis huruf terus ditunjukin ke saya "nda, ini huruf apa?" terus dia inget2 sendiri...

    atau baca2 buku pura2 dia bisa baca...

    saya sih melihatnya, dia pengen bisa baca, dia pengen membaca itu buku... tapi bisa jadi, membaca gak harus sama dengan masuk SD kali ya... (pemikiran lain)..

  4. #24
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Nah tuh mbak Mbok didepan udah tambahin nilai plusnya (tapi minusnya mana? dan ngatasinnya gimana?) untuk anak yg masuk SD lebih dini.

    Tambahan saya, IMHO soale saya bukan psikolog dan ini ndak ada maksud bias gender, menurutku untuk anak perempuan relatif lebih ndak beresiko dibandingkan anak laki untuk masuk SD lebih dini (kurang dari 6thn). Pengalaman pribadi dari hasil pengamatan ke anakku yg cewek dan cowok, menurutku pada usia anak2 yg sama si cewek lebih cepat "dewasa" dlm arti soal tanggung jawab dan disiplin thd diri sendiri. Sekali lagi IMHO.

    ***
    Kembali ke tulisan awal saya, menurutku apapun pilihan yg akan diambil yg terpenting adalah ortu mesti memahami scr dini ttg plus-minus (bisa dibaca: potensi-resiko) dari pilihan tsb kedepannya sehingga bisa lebih siap menghadapi setiap perubahan/perkembangan yg terjadi pada anak kedepan,...bagaimana mengoptimalkan potensi (peluang/opportunities) dan meminimalkan resiko (ancaman/threats) syukur2 bisa menjadikan threats sebagai opportunities.

    Dan menurutku yang paling penting, apapun pilihan yang akan diambil nanti jgn pernah disesali, jgn pernah menengok kebelakang hanya untuk menyesal, selalu lihat kedepan...threats nya seperti apa dan opportunities nya seperti apa, dst...dsb.

    (Note: Pada dasarnya munculnya term "threat" dan "opportunity" itu akibat adanya dualisme yg ndak bisa dilepaskan dari pikiran dan persepsi manusia aja. Sejatinya itu sami mawon, satu, yang itu2 juga, sekeping mata uang dgn dua sisi... Halagh malah dibelokin ke pemikiran pilsapat. )



    ---------- Post Merged at 02:15 PM ----------

    Eh mau nambahin satu hal lagi...

    Perlu dijadikan pertimbangan juga ttg perhatikan lingkungan sekitar, baik itu keluarga dekat, tetangga maupun sekolah yg ingin dimasuki,..."trend" nya seperti apa.

    Tapi itu bukan berarti hanya ikut2an dgn lingkungan lho. Benar bahwa "terbawa arus" (ikut2an) itu memang ndak baik, tapi sebaliknya asal "melawan arus" itu juga terlalu riskan.

    Intinya, faktor lingkungan terdekat tetap harus dijadikan dasar pertimbangan krn bagaimanapun mau ndak mau lingkungan itulah yang ikut berperan nantinya dlm perkembangan, khususnya mental, si anak kedepan.

    So, selamat me-nimbang2...

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  5. #25
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Quote Originally Posted by eve View Post
    tapi disisi lain, pengalaman saya pribadi, saya masuk tk umur 6th, dan alhamdulillah prestasi saya lumayan lah (stabil di 5besar kelas 1-6sd). saya mikirnya, bisa kan anak saya juga memiliki gen saya yang sama? apalagi melihat kecenderungan si kecil yang sudah "in" mengenal abjad dan numerik..
    Masuk TK 6 tahun berarti masuk SD umur 7 tahun dunks. Kalo gennya dianggap sama kenapa aulia mau disekolahkan SD umur 5.5 tahun?

    masih.. kalau dia lulus 17,5 th, maksimal 3 th dari kelulusan, kuliah swasta juga tidak apa2.. (jika memang dia menginginkan itu). mau nyelesein sampai kuliah juga tidak masalah. intinya sih um, saya pengen dia punya bekal (berarti minimal kudu sarjana ya), minimal, jadi dia bisa mengeksplore dirinya dan dunia..
    Mengeksplorasi dunia kan nggak mesti pas masi muda, nggak mesti cuma sekali, nggak mesti dengan mengambil jeda di antara sekolah dan kuliah - walo mungkin lebih sulit sih. Maksudnya ini mau kayak gap year ya? Biasanya gap year ditujukan supaya anak bisa lebih tau maunya apa saat kuliah nanti dan lebih mantap dengan pilihan ke depan, jadi bukan sekedar eksplorasi mumpung masi muda. Gap year sih bagus, sayang saya nggak sempat nyicip karena nggak mungkin di masa itu buat minta gap year ke ortu. Tapi eksplorasinya sudah mulai dicicil dikit-dikit sekarang.

    bebannya tus, "harus masuk setiap hari saban pagi" sebuah rutinitas, apakah itu bukan sebuah beban? beban dalam artian positif sih.. dan itu kan kea sebuah keharusan, semua anak harus sekolah, harus masuk setiap hari, padahal menurut saya pribadi, dunia masih luas dari sekedar sekolah... cmiiw
    Masuk kantor bukannya juga saban pagi? Kalo dunia lebih luas dari pada sekedar sekolah, saya setuju.


    Quote Originally Posted by mbok jamu View Post
    Jadi yang paling ketjil di kelas itu banyak untungnya, i.e. disayang guru, selalu duduk paling depan, ndak perlu ikut upacara bendera - biasanya duduk di depan kelas dengan sekotak susu ultra biar cepet gede, thus I hate anything ceremonial till this date.
    Saya juga paling muda di kelas dulu, nggak ada sih privilege kayak gitu dari SD sampe kuliah. Apa muka saya boros yah jadi nggak keliatan muda

    Quote Originally Posted by ndugu View Post
    saya pribadi sangat setuju dengan ide eve mengenai anak mengenal dunia dll, dan saya juga suka dengan ide untuk mengambil jeda waktu antara sma dan kuliah untuk eksplorasi. untuk itu, kupikir ngga harus terbatas pada umur brapa si anak lulus. jadi jangan mengambil faktor itu untuk menentukan kapan masuk sekolah. mo lulus awal mo lulus telat, it's always a good idea untuk memberi ruang ke anak (orang dewasa sekalipun) untuk bereksplorasi, brapapun umurnya.
    Can't agree more.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  6. #26
    pelanggan setia eve's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    4,118
    eh, maksudnya masuk sd saya umur 6 th, begitu lulus SMA saya (kebetulan bulan mei) jadi masih umur 17th lebih sebulan dua bulan...

  7. #27
    pelanggan setia mbok jamu's Avatar
    Join Date
    Oct 2012
    Posts
    3,417
    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    bukan begitu mbok Jum...
    Saat ini lagi ngetrend para ibu muda terpelajar justru
    menyimpan banyak ambisi bagi putra-putri nya, macam
    macam lah.. ada yang ambisi juara kelas, ambisi cepat
    lulus, ambisi juara ini, ambisi juara itu... macam-macam
    yang ujung-ujungnya cuma eksploitasi anak untuk geng
    si orang tua (dengan berbagai balutan alasan "demi ma
    sa depan" anak)....

    on my own shoes... I was 6 when entering elementary,
    was 15 when leaving the house, entering college at 18
    becoming rebel at 19, graduate at 22 with C+ rate

    Live as hippie for 2 years, and finally married at 26 to
    live happy life until now
    Ronggo sendiri masuk SD waktu umur 6 tahun dan sekarang baik-baik saja, jadi masalahnya di mana?

    Kalau TS merasa anaknya bisa masuk SD umur 6 tahun, masalahnya di mana sampai harus mencontohkan Sufiah Yusof? Berapa banyak anak pintar yang berhasil dibandingkan dengan anak pintar yang gagal?

    Pemikiran kalau anak cepat sekolah nanti bisa ndak bahagia, ndak menikmati hidup, itu teori darimana? Yang telat atau ndak pernah sekolah pun bisa ndak bahagia. Dan sejak kapan usia sekolah jadi index kebahagiaan seorang anak? Please...

  8. #28
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    masa kanak2 itu cuma sebentar
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  9. #29
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    sekedar berbagi bacaan

    Mengapa mutu pendidikan Finlandia terbaik di dunia?

    http://sbelen.wordpress.com/2011/08/...baik-di-dunia/
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  10. #30
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    Ronggo sendiri masuk SD waktu umur 6 tahun dan sekarang baik-baik saja, jadi masalahnya di mana?

    Kalau TS merasa anaknya bisa masuk SD umur 6 tahun, masalahnya di mana sampai harus mencontohkan Sufiah Yusof? Berapa banyak anak pintar yang berhasil dibandingkan dengan anak pintar yang gagal?

    Pemikiran kalau anak cepat sekolah nanti bisa ndak bahagia, ndak menikmati hidup, itu teori darimana? Yang telat atau ndak pernah sekolah pun bisa ndak bahagia. Dan sejak kapan usia sekolah jadi index kebahagiaan seorang anak? Please...
    karena TS sendiri yang bawa-bawa soal umur dini dalam
    bersekolah untuk kemudian bisa "do something" sebelum
    kuliah
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  11. #31
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    http://edukasi.kompasiana.com/2014/0...sd-678140.html



    Memasuki ajaran baru bagi anak SD menjadi suatu pengalaman yang akan sangat menyenangkan sekali. Baju seragam baru, tas baru, dasi baru, topi baru, kaos kaki baru, sepatu baru. Serba baru memang membantu semangat belajar semakin tinggi. Tapi tunggu dulu. Anak SD jangan senang dulu. Menjelang satu sampai dua minggu kedepan akan datang satu persatu buku-buku paket wajib yang dimiliki oleh setiap anak SD. Dan anak SD jangan kaget jika jumlah buku pelajaran wajib beserta buku LKS yang disodorkan oleh sekolah bukan barang gratis. Semua buku baru juga wajib bayar. Tidak ada yang gratis sampai benar-benar ada instruksi dari pemerintah yang mengharamkan sekolah menjual buku –buku wajib baik buku pelajaran dan LKS. Tapi mumpung pemerintah masih tidak peduli sebaiknya dimanfaatkan kesempatan bermain proyek kecil-kecilan.

    Dan bisa diperkirakan satu minggu kemudian anak-anak SD di pagi harinya berangkat sekolah seperti pasukan tentara pergi ke medan perang yang membawa tas besar dengan beban yang sangat berat dipunggungnya. Tas yang berisi buku-buku pelajaran dan buku tulis beraneka judul buku latihan, buku PR dan buku catatan. Anak-anak SD akan berjalan nyaris mirip kura-kura ninja dengan punggung agak sedikit membungkuk. Ketika pulang sekolah akan menjadi suatu keadaan yang wajar jika mereka mengeluh pundaknya sakit gara-gara menahan beban isi tas yang terlalu berat. Anak SD jadi iri sama kakaknya yang anak kuliahan. Anak SD cemburu melihat kakaknya berangkat kuliah hanya membawa sedikit buku.

    Melihat pasukan anak SD di pagi hari dengan tas yang menutupi penuh punggungnya membuat saya kagum. Betapa hebatnya sistim pendidikan di Indonesia. Karena dari masih kecil saja anak-anak Indonesia sudah dijejali dengan buku-buku wajib sampai ada yang setebal lebih dari 100 halaman. Analoginya persis hampir sama dengan keadaan anak-anak kecil yang mengemis dan mengamen di jalanan yang di eksploitasi oleh orang tuanya. Bedanya yang mengeksploitasi keterbatasan tenaga dan pikiran anak-anak SD tak lain adalah sistim pendidikan kita sendiri. Bisa juga dibilang anak-anak SD sekarang telah di eksploitasi oleh negara. Demi apa ya? Mungkin demi tujuan percepatan kecerdasan instant. Atau sistim pendidikan sekarang ini dianggap paling jitu dalam mengejar ketertinggalan Indonesia dari sistim pendidikan di negara-negara maju dibelahan benua sana?

    Yang saya tahu kondisi anak-anak SD sekarang lumayan memprihatinkan. Sebegitu nafsunya dinas pendidikan terobsesi ingin membuat anak-anak Indonesia tumbuh cerdas dan pintar. Sampai-sampai tidak ada lagi disisakan waktu luang bagi mereka untuk bermain dan mengembangkan diri dengan kegiatan ketrampilan – kreatifitas baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Selain kebutuhan akan pendidikan, anak-anak Indonesia juga butuh wadah untuk menggali bakat dan kreatifitas mereka. Dan waktu untuk bermain bersama teman-teman mereka adalah salah satu cara yang secara tidak langsung dapat membantu proses perkembangan minat bakat dan kreatifitas mereka. Keadaan anak-anak SD sekarang sangatlah jauh berbeda dengan kondisi anak-anak SD jaman saya dulu. Ada dua opsi. Entah apa karena saya yang gaptek tidak mengikuti perkembangan sistim pendidikan dan kurikulum anak-anak SD jaman sekarang. Atau sebaliknya, sistim pendidikan kita telah berjalan mundur lebih jauh kebelakang?

    Pada dasarnya sistim pendidikan dan kurikulum yang sarat dengan kreatifitas menciptakan banyak inovator-inovator cilik. Kurikulum jaman saya SD dulu cukup bijak dalam berbagi waktu dan menghormati hak anak-anak untuk belajar, bermain dan beristirahat. Sepulang sekolah selesai mengerjakan PR anak-anak SD dulu bermain bersama teman-temannya membuat mobil-mobilan dari kayu, membuat layang-layang sendiri daripada membeli, membuat perahu dari kulit jeruk bali, ahli melipat kertas membuat berbagai bentuk benda dan mereka juga melakukan permainan tradisional yang sarat dengan kebersamaaan, toleransi, saling menghargai dan menumbuhkan rasa percaya diri.

    Berbeda dengan dengan segudang rahasia dibalik isi tas anak SD sekarang yang hanya mampu menciptakan generasi yang hanya ahli menggunakan gadget, bermain game online dan anak-anak semakin gandrung makan di restoran fast food karena mama malas masak dirumah. Sangat jauh berbeda antara sistim pendidikan yang melahirkan generasi user, konsumtif dengan sistim pendidikan yang melahirkan generasi inovator. Salam hangat.


    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  12. #32
    pelanggan setia eve's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    4,118
    begitu saya lontarkan kegundahan saya di facebook, di dumay, hampir semua menjawab untuk menundanya, minimal 2th lagi, saat aulia berumur 6,5th.

    tapi kebetulan saya punya temen (teman kantor saya), mereka berbagi kisah tentang putra putri mereka yang sudah masuk SD :

    1. temen A mempunyai anak kelas 4SD, masuk SD umur 6th, rangking (sekedar tambahan) 11

    2. temen B mempunyai anak kelas 4SD juga, cowok, masuk SD umur 5,5th (SDIT tentu saja) dan rangking 3

    3. temen C mempunyai anak yang kelas SMP (2 anak cewek, rangkin 1-3 sejak SD) dan SD kelas 3SD (cowok, rangking belasan rata2).... dan semuanya masuk SD kurang dari 6tahun.

    dan dari pengalaman mereka, rata2 tidak mempermasalahkan anak mereka masuk sd sebelum SD. (secara juga saya kenal pribadi mereka/orangtua si bocah dan saya menilai penilaian mereka kepada anak juga patut saya pertimbangkan).

    bahkan ada yang cerita kalau (si orangtua) masuk sekolah dengan umur diatas rata2 teman seangkatannya dan malah membuatnya agak minder. saya jadi mikir, bisa jadi bukan anak yang masuk usia paling muda seangkatan bisa jadi pemicu dia lebih pede berkarya? cmiiw

    ---------- Post Merged at 09:08 AM ----------

    saya punya adik kelas 5SD sekarang, cowok. berangkat jam 7, pulang jam 12. makan, main sampai sore. main sepeda2an, layang2an, atau main lapangan lainnya. main gagdet hanya jika saya balik ke rumah itupun weekend, itupun sudah pakai acara diceramahin panjang lebar sama ibu karena main game.

    PR cuma ada 1-2 mata pelajaran tiap harinya dan itupun gak ada 1 jam sudah kelar dia kerjakan. dan gak selebay kea yang dituturkan di artikel diatas.

    mungkin, tempat juga mempengaruhi kali ya? mungkin artikel diatas berlaku untuk kota besar seperti jakarta misalnya? sedangkan di kabupaten Gunungkidul terjadi kebalikannya?

    ---------- Post Merged at 09:09 AM ----------

    saya punya adik kelas 5SD sekarang, cowok. berangkat jam 7, pulang jam 12. makan, main sampai sore. main sepeda2an, layang2an, atau main lapangan lainnya. main gagdet hanya jika saya balik ke rumah itupun weekend, itupun sudah pakai acara diceramahin panjang lebar sama ibu karena main game.

    PR cuma ada 1-2 mata pelajaran tiap harinya dan itupun gak ada 1 jam sudah kelar dia kerjakan. dan gak selebay kea yang dituturkan di artikel diatas.

    mungkin, tempat juga mempengaruhi kali ya? mungkin artikel diatas berlaku untuk kota besar seperti jakarta misalnya? sedangkan di kabupaten Gunungkidul terjadi kebalikannya?

  13. #33
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    1. temen A mempunyai anak kelas 4SD, masuk SD umur 6th, rangking (sekedar tambahan) 11

    2. temen B mempunyai anak kelas 4SD juga, cowok, masuk SD umur 5,5th (SDIT tentu saja) dan rangking 3

    3. temen C mempunyai anak yang kelas SMP (2 anak cewek, rangkin 1-3 sejak SD) dan SD kelas 3SD (cowok, rangking belasan rata2).... dan semuanya masuk SD kurang dari 6tahun.
    itu bukan ukuran "sukses" dalam pendidikan

    gw masuk SD umur 6 tahun, dari kelas 1SD sd 3 SMP
    ampe bosan cuma dapat ranking 1 terus menerus

    si deqz, masuk SD umur 6,5, dari kelas 1SD sd 3 SMP
    bervariasi rangking 2-4.

    si m!ll, masuk SD umur 6,4 dari kelas 1SD sd 3 SMP
    bervariasi dari ranking 1-5.

    si d!x, masuk SD umur 5,6, dari kelas 1SD sd 3 SMP
    selalu ngga pernah masuk 8 besar

    ke-empatnya keterima di PTN (10besar Indonesia)
    pada tahun pertama ikut UMPTN

    ---------- Post Merged at 02:28 PM ----------

    jadi pilihan apakah usia 5 atau 6 atau 7, bukan pada
    prestasi pendidikan, tetapi bagaimaan kesiapan men
    tal si anak dalam menjalani proses pendidikan di usia
    usia tersebut.

    kalau soal minder karena si anak paling tua, gw yakin
    itu sih ortunya yang minder, waktu buka-bukaan usia
    anak saat nugguin di sekolah
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  14. #34
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Ukuran sukses mah kalo menurut saya dinamis, nggak akan selesai dijawab sekali. Apalagi rangking2 di sekolah itu faktornya banyak, mulai dari sistem sekolahnya, gen, relatif ke kecerdasan teman sekelas dsb. Kalo masi kurang yakin boleh lah konsul ke psikolog yang ngerti anak, supaya ada back up ilmiahnya.

    Saya nangkapnya juga yang minder soal usia jangan-jangan orang tua, kalo anak biasanya nggak minderan kecuali ada yang ngomporin. Usia lebih tua dikit ada untungnya kok, bisa ngasah leadership sejak dini misalnya, karena seingat saya kalo masih kecil kita biasanya liat-liat juga siapa yang lebih tua meski cuma itungan bulan. Ini yang nggak saya dapatkan karena masuk sekolah kemudaan, cenderung jadi follower sampe lulus sekolah.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  15. #35
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    gw juga paling muda sekelas... tapi badan gw paling
    tinggi, bahkan dari anak yang tidak naik ke kelas 2, ma
    salahnya nyali gw kecil waktu SD, tetap saja meski ja
    di Ketua Kelas ngga bisa ngarahin teman-teman
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  16. #36
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Nambahin lagi soale bagian ini kayaknya menjadi penting nih...

    Quote Originally Posted by Eve
    saya perlu cari psikolog anak gak sih untuk menjadi bahan pertimbangan anak masuk sd gini?
    Menurutku ndak ada salahnya untuk dicoba, termasuk juga dengan...mmm...psikolog ortu.

    Saya serius lho, tanpa ada maksud dan tendensi apa2...

    Saya sendiri ndak mudheng ilmu psikologi dan ndak terlalu percaya2 amat dgn psikolog. Tapi menurutku saran psikolog (melalui hasil psikotest anak) bisa dijadikan sbg salah satu acuan dan dasar pertimbangan bagi ortu.

    Quote Originally Posted by Ronggolawe
    jadi pilihan apakah usia 5 atau 6 atau 7, bukan pada
    prestasi pendidikan, tetapi bagaimaan kesiapan men
    tal si anak dalam menjalani proses pendidikan di usia
    usia tersebut.
    Mungkin soal "psikotest buat ortu" dibawah ini bisa membantu. IMHO.

    1. Jika pendidikan anak diibaratkan sebagai aktifitas lomba, manakah analogi yang TS pilih dari dua pilihan dibawah ini:
    A. Lomba lari sprint 100 meter
    B. Lomba lari marathon

    Jika pilihan jawabannya adalah A, maka sebaiknya Aulia dimasukkan ke SD di usia 5. Jika B, lanjut ke pertanyaan berikut:

    1. Jika pendidikan anak diibaratkan sebagai aktifitas bersepeda, manakah analogi yang TS pilih dari dua pilihan dibawah ini:
    A. Balap sepeda
    B. Fun bike

    Jika pilihan jawabannya adalah A, maka sebaiknya Aulia dimasukkan ke SD di usia 6. Jika B, maka sebaiknya Aulia dimasukkan ke SD di usia 7.



    ---------- Post Merged at 06:42 PM ----------

    Quote Originally Posted by Tuscany
    Apalagi rangking2 di sekolah itu faktornya banyak, mulai dari sistem sekolahnya, gen, relatif ke kecerdasan teman sekelas dsb.
    Betul. Kalo saya cenderung pilih dgn cara memberikan "tantangan lebih" ke anak untuk mengembangkan dirinya asalkan tidak terlalu membebani anak (disesuaikan dgn pengamatan dan penilaian kita sbg ortu terhadap kapasitas si anak).

    Sulungku dulu dari TK+SD+SMP prestasinya selalu bagus meskipun ndak pernah juara 1 soale saya memang ndak pernah targetkan itu scr khusus ke anak (justru kedua adiknya yg masih SD sempat/pernah dapet ranking 1). Kalo saya tanya si sulung ttg pelajaran di sekolah dia selalu dgn santainya jawab "yaaa...bisalah yah" dan saya ndak kejar pertanyaan lagi soale saya lihat nilai2nya memang lumayan bagus. Terakhir pas menjelang ujian kenaikan kelas di SMA (di Jogja) saya telpon dan tanya lagi dia hanya jawab, kesannya sambil ber-sungut2, "gila yah, temen2ku pinter2 semua...". Dan dia pun akhirnya naik ke kelas 2 dgn "ranking pas2an". Haha...rasakno!, batinku.

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  17. #37
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137

    Sulungku dulu dari TK+SD+SMP prestasinya selalu bagus meskipun ndak pernah juara 1 soale saya memang ndak pernah targetkan itu scr khusus ke anak (justru kedua adiknya yg masih SD sempat/pernah dapet ranking 1). Kalo saya tanya si sulung ttg pelajaran di sekolah dia selalu dgn santainya jawab "yaaa...bisalah yah" dan saya ndak kejar pertanyaan lagi soale saya lihat nilai2nya memang lumayan bagus. Terakhir pas menjelang ujian kenaikan kelas di SMA (di Jogja) saya telpon dan tanya lagi dia hanya jawab, kesannya sambil ber-sungut2, "gila yah, temen2ku pinter2 semua...". Dan dia pun akhirnya naik ke kelas 2 dgn "ranking pas2an". Haha...rasakno!, batinku.
    makanya di atas, contoh di keluarga cuma sampai
    SMP... begitu SMA, sudah ngga mikirin ranking,
    yang penting fokus pada mata ujian EBTANAS dan
    UMPTN... dan semua adik-adik tak racuni ide yang
    sama, sampai ortu puyeng ngga bisa pamer presta
    sir sekolah anak-anaknya lagi ...

    Yang penting enjoy masa SMA dan setahun di kelas
    tiga benar-benar fokus untuk lulus di PTN favorit, bi
    arpun dikelas masuk rangking 15 belakang

    dan menurut gw sih, proses pendidikan itu lomba fun
    bike antar kota antar propinsi bahkan antar pulau, bu
    kankah dari ayunan sampai liang lahat kita dituntut
    untuk terus belajar...

    lagi mikir-mikir mau ngambil S2 nih, syukur-syukur bisa
    S3.. kayanya jadi dosen enak
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  18. #38
    pelanggan setia mbok jamu's Avatar
    Join Date
    Oct 2012
    Posts
    3,417
    Mutu pendidikan Finlandia ndak lagi yang terbaik di dunia.

    Today, that changed. Tbe OECD released its PISA global rankings that showed how students in various countries were doing in reading, science, and maths. Finland ranked 12th, just behind Estonia.

    That’s a big drop. Finland had topped the PISA rankings in 2000, 2003, and 2006, and consistently ranked near the top in other years. This year, however, Finnish students had dropped by 2.8% in mathematics, 1.7% in reading and 3% in science.

    “The golden days are over,” Finnbay, a Finnish news organisation wrote just after the results came out.

    http://www.businessinsider.com.au/wh...nkings-2013-12


    Peringkat tiga teratas adalah Shanghai China, Singapore dan Hongkong China; di Shanghai anak masuk SD 6-7 tahun, Singapore 6 tahun dan Hongkong 6 tahun. Anak-anak di Jepang juga masuk SD atau Shōgakkō at the age of 6.

    Pointnya, ya kita ndak bisa sekedar ikut-ikutan apalagi Finlandia yang sistem pendidikannya, walaupun bukan yang terbaik di dunia, jauh lebih maju dibandingkan dengan sistem pendidikan Indonesia. Sudah mutunya rendah, telat masuk sekolah pulak.
    Last edited by mbok jamu; 06-08-2014 at 08:55 PM.

  19. #39
    pelanggan setia Porcelain Doll's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    6,347
    masukin anak ke SD kayanya emang tergantung kemampuan dan minat anaknya deh
    g sendiri, dulu masuk SD umur 5,5 tahun karena guru TKnya bilang g udah mampu buat masuk SD
    udah bisa baca hitung dll, jadi ga akan kesulitan kalo masuk SD
    di kelas kayanya ada 2-3 orang yg seumuran atau bahkan lebih muda
    dan anak kecil ga mikirin perbedaan umur dengan temen2nya ya...kecuali ada yg 'nyolek' masalah ini
    lebih ke kemampuan berinteraksi dengan lingkungan aja

    ga terlalu inget juga klo g belajar mati2an di kelas
    malah ingetnya hampir tiap hari telat dateng dan kena hukuman karena lupa bikin PR
    tapi liat rapot, masih masuk 10 besar
    bisa jadi karena bimbingan di rumah lumayan keras

    jadi aya...silakan pertimbangkan lagi dengan melihat kemampuan dan minat anakmu untuk masuk SD ya
    kalo si anak menikmati, kenapa enggak
    Popo Nest

  20. #40
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    He...kasian ya anak-anak Indonesia sekolahnya bermutu rendah
    Pantesan orang2 berduit anak2nya disekolahkan ke luar negeri sejak dini. Tapi jangan berkecil hati teman-teman. Ada yang lulusan SMK dari kota kecil bisa mengalahkan doktor dari Swedia dan Oxford (link1, link2)

    Asal ngerti passionnya apa, masuk umur berapa dan sekolah di mana tidak terlalu relevan.
    Pursue your passion as soon as possible.
    #bedapokus
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •