Memasuki ajaran baru bagi anak SD menjadi suatu pengalaman yang akan sangat menyenangkan sekali. Baju seragam baru, tas baru, dasi baru, topi baru, kaos kaki baru, sepatu baru. Serba baru memang membantu semangat belajar semakin tinggi. Tapi tunggu dulu. Anak SD jangan senang dulu. Menjelang satu sampai dua minggu kedepan akan datang satu persatu buku-buku paket wajib yang dimiliki oleh setiap anak SD. Dan anak SD jangan kaget jika jumlah buku pelajaran wajib beserta buku LKS yang disodorkan oleh sekolah bukan barang gratis. Semua buku baru juga wajib bayar. Tidak ada yang gratis sampai benar-benar ada instruksi dari pemerintah yang mengharamkan sekolah menjual buku –buku wajib baik buku pelajaran dan LKS. Tapi mumpung pemerintah masih tidak peduli sebaiknya dimanfaatkan kesempatan bermain proyek kecil-kecilan.
Dan bisa diperkirakan satu minggu kemudian anak-anak SD di pagi harinya berangkat sekolah seperti pasukan tentara pergi ke medan perang yang membawa tas besar dengan beban yang sangat berat dipunggungnya. Tas yang berisi buku-buku pelajaran dan buku tulis beraneka judul buku latihan, buku PR dan buku catatan. Anak-anak SD akan berjalan nyaris mirip kura-kura ninja dengan punggung agak sedikit membungkuk. Ketika pulang sekolah akan menjadi suatu keadaan yang wajar jika mereka mengeluh pundaknya sakit gara-gara menahan beban isi tas yang terlalu berat. Anak SD jadi iri sama kakaknya yang anak kuliahan. Anak SD cemburu melihat kakaknya berangkat kuliah hanya membawa sedikit buku.
Melihat pasukan anak SD di pagi hari dengan tas yang menutupi penuh punggungnya membuat saya kagum. Betapa hebatnya sistim pendidikan di Indonesia. Karena dari masih kecil saja anak-anak Indonesia sudah dijejali dengan buku-buku wajib sampai ada yang setebal lebih dari 100 halaman. Analoginya persis hampir sama dengan keadaan anak-anak kecil yang mengemis dan mengamen di jalanan yang di eksploitasi oleh orang tuanya. Bedanya yang mengeksploitasi keterbatasan tenaga dan pikiran anak-anak SD tak lain adalah sistim pendidikan kita sendiri. Bisa juga dibilang anak-anak SD sekarang telah di eksploitasi oleh negara. Demi apa ya? Mungkin demi tujuan percepatan kecerdasan instant. Atau sistim pendidikan sekarang ini dianggap paling jitu dalam mengejar ketertinggalan Indonesia dari sistim pendidikan di negara-negara maju dibelahan benua sana?
Yang saya tahu kondisi anak-anak SD sekarang lumayan memprihatinkan. Sebegitu nafsunya dinas pendidikan terobsesi ingin membuat anak-anak Indonesia tumbuh cerdas dan pintar. Sampai-sampai tidak ada lagi disisakan waktu luang bagi mereka untuk bermain dan mengembangkan diri dengan kegiatan ketrampilan – kreatifitas baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Selain kebutuhan akan pendidikan, anak-anak Indonesia juga butuh wadah untuk menggali bakat dan kreatifitas mereka. Dan waktu untuk bermain bersama teman-teman mereka adalah salah satu cara yang secara tidak langsung dapat membantu proses perkembangan minat bakat dan kreatifitas mereka. Keadaan anak-anak SD sekarang sangatlah jauh berbeda dengan kondisi anak-anak SD jaman saya dulu. Ada dua opsi. Entah apa karena saya yang gaptek tidak mengikuti perkembangan sistim pendidikan dan kurikulum anak-anak SD jaman sekarang. Atau sebaliknya, sistim pendidikan kita telah berjalan mundur lebih jauh kebelakang?
Pada dasarnya sistim pendidikan dan kurikulum yang sarat dengan kreatifitas menciptakan banyak inovator-inovator cilik. Kurikulum jaman saya SD dulu cukup bijak dalam berbagi waktu dan menghormati hak anak-anak untuk belajar, bermain dan beristirahat. Sepulang sekolah selesai mengerjakan PR anak-anak SD dulu bermain bersama teman-temannya membuat mobil-mobilan dari kayu, membuat layang-layang sendiri daripada membeli, membuat perahu dari kulit jeruk bali, ahli melipat kertas membuat berbagai bentuk benda dan mereka juga melakukan permainan tradisional yang sarat dengan kebersamaaan, toleransi, saling menghargai dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Berbeda dengan dengan segudang rahasia dibalik isi tas anak SD sekarang yang hanya mampu menciptakan generasi yang hanya ahli menggunakan gadget, bermain game online dan anak-anak semakin gandrung makan di restoran fast food karena mama malas masak dirumah. Sangat jauh berbeda antara sistim pendidikan yang melahirkan generasi user, konsumtif dengan sistim pendidikan yang melahirkan generasi inovator. Salam hangat.