Lucu juga idenya. Tapi sepertinya buat pajangan doang, bukan buat dimakan.
Lucu juga idenya. Tapi sepertinya buat pajangan doang, bukan buat dimakan.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Satu lagi insentif untuk jauh-jauh dari high heels. Kasihan sama kaki.
Instrukturku kemarin komentar kalau high heels membuat pemakainya terlihat tidak stabil
You know what that means. Being vulnerable makes you look attractive!
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Holding that the quotes are generally applicable, I think people need to learn how to express their negative feelings in the more understandable manners. Memang tak mudah bilang pada dunia kalau jiwa ini sedang kesulitan dan butuh bantuan. Tapi bertingkah aneh jelas tidak membantu dan mungkin menimbulkan masalah baru.
Seorang teman sungguh pemarah luar biasa, meskipun tak mempan padaku. *lebih galak *
Tapi tabiatnya ini membuatnya dijauhi teman-teman lain secara sistematis. Dia pun sudah tahu kekurangannya dan beberapa kali bilang ingin ikut anger management therapy. Sisi lain dirinya seperti perhatian dan supportive akhirnya ditutupi oleh sifat temperamentalnya. It's too bad. Sekarang aku baru bisa relate antara kemarahannya yang tak terkendali dengan latar belakangnya. Berdasarkan ceritanya, mungkin benar dia kekurangan kasih sayang.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Fresh dari CNN.
Ternyata bukan cuma Malala saja yang terluka, tapi temannya juga. Sementara di belahan dunia lain orang sibuk memikirkan mau jadi apa setelah selesai sekolah, dua gadis muda ini mau sekolah saja sampe harus rela ditembak-tembak Thaliban. Eh...bentar, bukan ini topik yang mau dibahas.
Kebetulan minggu ini aku sedang ngintip sedikit tentang studi perbedaan gender, sehingga videonya jadi relevan sekali. Asia Selatan adalah wilayah terburuk buat wanita untuk belajar dan bekerja. Mungkin Thalibaners dan pendukung penindasan perempuan tidak sadar, tapi yang membuat wilayah di sana tertinggal dalam segala hal - hanya disaingi oleh negara-negara di Sub Saharan Africa - salah satunya adalah karena akses perempuan ke pendidikan dibatasi, dihalang-halangi bahkan dihabisi.
Syukurlah Indonesia punya ibu kita Kartini, Dewi Sartika dan satunya lagi entah siapa, yang sadar sejak awal bahwa wanitadijajah pria sejak duluperlu memiliki peran yang sederajat dengan pria dan hal itu hanya dapat diraih dengan sekolah. Coba kalau tidak ada, apakah kopimaya ini misalnya akan punya cipkuk perempuan? Ngomong-ngomong soal Kartini, aku kasihan juga sih. Perempuan yang berpikiran melampaui zamannya, mau sekolah tinggi akhirnya malah jadi istri kedua. Eh...topiknya belok lagi.
Oke, jadi singkatnya perempuan yang tidak/kurang terdidik akan memiliki kesadaran dan akses yang rendah terhadap kesehatan dan pendidikan generasi selanjutnya yang mengurangi kualitas sumber daya manusia. Efek lainnya dikaitkan dengan meningkatnya populasi - yang berujung pada menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi - dan juga naiknya tingkat kematian. Yang lebih spekulatif adalah akumulasi perempuan terdidik meningkatkan daya saing internasional terutama pada bidang manufaktur berorientasi ekspor, serta perempuan yang bekerja katanya lebih tahan godaan nepotisme dan korupsi.
Nah, Asia Selatan ini memang paling parah soal mendzalimi perempuan. Selain soal sekolahan, ternyata jumlah "perempuan hilang" di wilayah ini juga salah satu yang terbanyak di dunia, selain di China. Sementara China bakal kesulitan di masa depan gara-gara kebijakan satu anak yang notabene akan memihak pada anak lelaki, Asia Selatan punya kerjaan dobel yaitu mengatasi urusan "perempuan hilang" sekaligus juga meningkatkan taraf pendidikan mereka. Teh question si, maukah mereka? Budaya patriarkinya itu kental sekali. Apakah mereka mau menukarnya dengan iming-iming kemajuan taraf hidup? Kalo orang rasional ditanya begini pasti gampang milihnya. Jadi kenapa Mala dan Shaiza ditembaki? Either mereka tidak tahu konsekuensi logisnya atau memang sudah hukum alam tak semua orang rasional.
Kembali ke soal Malala dan Shaiza yang kini dapat beasiswa ke Inggris, ini adalah contoh nyata dari bekerjanya sudut pandang yang berbeda. Malala hidup dalam krisis, dan dia tahu persis pergi ke arah mana dan berjuang di sana. Valedictorian di thread sebelah juga hidup dalam krisis (impian) - dan dia tidak tahu bagaimana menanganinya. Padahal presidennya yang flamboyan sudah lama mengenali sifat krisis dari filsafat huruf China:
Dengan kata lain, keterpurukan dapat dilihat sebagai keterpurukan semata, atau dapat juga dilihat sebagai kesempatan untuk berkembang. Dua gadis muda sudah membuktikannya.HTML Code:When written in Chinese, the word 'crisis' is composed of two characters. One represents danger and the other represents opportunity. John F. Kennedy
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Lihat slide ini secara nggak sengaja. Yang bikin dua ekonom terkenal dari MIT. Pas baca nama Pak Solhin...langsung ada feeling nggak enak.
Entah bangga atau malu, karena Indonesia dipakai sebagai study case buat course MIT tentang contoh jebakan kemiskinan.
Dalam kasus Pak Solhin, dia tidak mampu mengakumulasi nutrisi yang cukup sehingga tidak dapat bekerja lebih keras. Jika nutrisinya cukup maka dia dapat bekerja lebih keras atau lebih lama kemudian mendapatkan bayaran lebih banyak. Uang yang lebih banyak dapat diputar lagi dalam bentuk penguatan nutrisi. Jika ini terus-menerus terjadi maka akan ada surplus duit untuk akumulasi aset sehingga pada satu titik dia dapat keluar dari jebakan kemiskinan.HTML Code:Poverty trap is a mechanism which makes it very difficult for people to escape poverty.
note: masih bingung sama slidenya juga karena double feedback loop antara nutrisi dan pendapatan tidak selalu memerlukan partisipasi jebakan kemiskinan. umm...mungkin artinya hal ini juga dapat terjadi pada orang yang tidak miskin???
Kekurangan nutrisi dan kemiskinan akhirnya memisahkan keluarga ini. Dan jebakan kemiskinan terus berlanjut karena anak sulungnya putus sekolah dan bekerja jadi kuli bangunan. Tanpa pendidikan, masa depannya akan sesuram bapaknya, jika tidak lebih suram lagi. Kecuali pemerintah tanggap dalam upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Sebenarnya ada banyak contoh kok di luar sana bagaimana cara yang efektif. Hanya jangan-jangan pemerintah terlena dengan angka pertumbuhan middle class lalu mikir ntar juga yang miskin dapat spillover effectnya. Wassalam deh kalo begitu.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Sesuatu banget. Setengah hari baru selesai.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Norwegian woman: I was raped in Dubai, now I face prison sentence
Well...Dubai ternyata ada juga sisi nggak enaknya ya, terutama untuk kaum perempuan. Tapi aku tidak ingin memihak dulu untuk kasus ini, apalagi baru saja diblow up.
Sebagai awalan, di US sampe tahun 80an pemerkosaan yang dilakukan orang yang dikenal - apalagi pacar - relatif tidak diperlakukan sebagai bagian dari kejahatan serius. Biasanya hanya dianggap sebagai kisah "gadis yang menyesal keesokan harinya". Di Indonesia sendiri, baru-baru ini saja ada calon hakim agung yang keselo lidah dengan nada serupa, yang menunjukkan bahwa patriarchy masih jelas terasa. Untung juga dia keseleo lidah begitu, jadi bisa langsung didrop dari pencalonan. Sehubungan dengan kasus di Dubai, tidak adanya polisi perempuan yang ikut memeriksa menggaransi bias patriarchy ini.
Hukum di UEA ketat mengatur hubungan antara lelaki dan perempuan, juga konsumsi minuman beralkohol. Beberapa wanita asing yang melaporkan diri sebagai raped victim sayangnya mesti ada keterlibatan dengan konsumsi alkohol sebelumnya. Akibatnya mereka kena dobel charge. Terlepas dari apakah kejadian itu konsensus atau paksaan, alkohol melemahkan posisi mereka. Di sini aku melihat mereka para pendatang sepertinya kurang serius belajar dengan benar pepatah "lain lubuk lain ikannya", yang aku rasa ada padanannya dalam bahasa mereka. Alkohol memang dijual untuk konsumsi expat, tapi hukum di sana entah bagaimana melarang konsumsi alkohol juga. At it best, this is questionable. Anyway, kebiasaan minum dengan resiko mabuk, lalu minta diantar rekan pria hingga ke kamar...jujur saja bisa sangat mudah disalah artikan atau dimanipulasi. Terutama di negara yang sistem patriarki masih kental begini di mana keberpihakan kepada posisi perempuan sangat lemah. Akhirnya bukan dapat keadilan malah rugi besar.
On the other hand, karena kasusnya bukan dia seorang tapi sebelumnya juga sudah ada beberapa, ketidak adilan ini bisa jadi insentif bagi para pria untuk melakukan hal yang sama saat mereka berada di Dubai. Analoginya sama seperti hakim yang membebaskan pelaku dengan alasan lelaki tersebut kena sexomnia, creepy tapi diterima oleh sistem peradilan. Besok-besok bakal ada lagi yang ngaku begitu supaya bebas.
Bottom line: internasionalisasi Dubai kayaknya masih separo jalan.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
^
I don't get it, Tuscany.
Kejadian kayak gini nggak sekali dua kali. Berkali2 gue juga baca di CNN gimana orang2, terutama perempuan, dari negara2 dengan kondisi ipoleksosbud hankam-nya relatif 'jalan', keluyuran di negara2 yang 'questionable' dengan mindset yang percaya banget sama lingkungannya ... Apa mereka nggak dapet briefing dan training, ya, sebelum berangkat ?
Yang sudah terjadi, ya, sudah lah.
Tapi yang berikutnya mau ikut jalan ke negara2 'questionable' kayak gitu, kenapa kayak nggak belajar dari pengalaman yang sebelumnya ?
Gue setuju dengan gambar yang lu post.
Oleh karena itu, kenapa nggak be alert and prepared ?
Analogi-nya kayak kalo kita punya uang. Kalo hilang di curi/rampok salah siapa ? Ya, salah maling dan rampok, kan ? Oleh karena itu kita punya dompet yang dirante ke gesper, punya lemari besi, pasang jebakan, beli senjata, tentara pribadi, belajar self defense, etc. Sambil kita mengedukasi masyarakat dari jenjang anak2 tk bahwa ngerampok dan/atau maling itu salah... bukan begitu ?
Last edited by TheCursed; 22-07-2013 at 09:28 AM.
A proud SpaceBattler now.
semalam baru juga saya baca brita ini
cursed:
tadinya saya juga kirain cewe ini rada ignorant dengan budaya di daerah situ
tapi di artikel katanya dia sudah bekerja dengan perusahaan di qatar sejak taon 2011 (ntah physically kerja di sana ato remotely), then asumsiku dia harusnya sudah more or else sedikit ngerti budaya region itu.
i think she was trying to do the right thing, dengan melaporkan aksi kriminal. tapi malah senjata makan tuan, apalagi seperti kata tusc, minum alkohol melemahkan posisinya.
That just the thing.
Hell, jangankan perempuan, kalo kita orang asing di negara2 tersebut, apapun gendernya, itu aja, sepengelaman gue, udah melemahkan posisi kita dalam praktek hukum mereka.
Seharusnya, kalo beneran udah ngerti situasi, dia tau kondisi ini.
Tebakan gue sih, si mbak ini, walaupun udah lama tinggal di sana, jarang bergaul langsung, dalam lingkungan yang tidak terkontrol, dengan orang lokal.
Atau, dia emang segitu disturbed-nya(ini lebih mungkin), sehingga yang terlintas pertama dalam pikiran adalah lapor sama aparat lokal. Padahal, seharusnya, lapor/minta dukungan embassy dulu, baru lapor aparat lokal. Biar ada pendampingan dari 'temen sekampung' dalam menghadapi masalah dan berurusan administrasi.
Last edited by TheCursed; 22-07-2013 at 10:02 AM.
A proud SpaceBattler now.
Yep, seperti yang kutulis, lain lubuk lain ikannya. Datang ke negeri asing tentunya harus paham dan beradaptasi dengan kebudayaan setempat. Maka ketika sudah ada beberapa kejadian sebelumnya, aku rada heran kok cewek ini nggak aware? Diperkosa itu bukan maunya, tapi minum alkohol sampe mabuk itu pilihannya - entah dia sadar dengan konsekuensi bakal mudah jadi target atau tidak.
Yep, dia benar dengan melapor secepatnya, karena kasus perkosaan kan butuh visum cepat. Nah ini kemudian poin yang mungkin kurang clear di post awal, yaitu bahwa aparat sana nggak punya sense of criticism terhadap kasus ini. Dimulai dari tidak adanya petugas perempuan, kemudian mestinya hasil visum bisa menunjukkan adanya paksaan kalo memang ada, tapi polisi berpegang pada pernyataan korban bahwa itu konsensus - pilihan yang konyol tapi bisa dimengerti karena orangnya panik.
Keknya dia memang tidak nyadar ada kasus2 sebelumnya maka langsung lapor, dikira sistem peradilan sama di mana-mana. Namun terlepas dari teledor dan panik, buatku jelas perlindungan terhadap perempuan sangat lemah di sana. Apa karena dia perempuan asing? Entahlah, but sometimes bad luck just happens. Sistem peradilan yang bias tidak membantu untuk mendapatkan keadilan, sayangnya.
Aku juga masih bertanya-tanya, jika kasusnya tanpa alkohol apakah prosesnya akan lebih fair. Bisa jadi petugas sana being hard to her karena minum alkohol dan konsensus dianggap terhubung satu sama lain dalam pandangan mereka, menengok kasus2 sebelumnya.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Di sana sih, nggak mabuk aja berbahaya.
Ada alasannya temen2, pas kita keluyuran di daerah sana, selalu jalan dalam kelompok dengan jumlah dan komposisi yang kita harapkan terlihat 'intimidating'.
Hell, mabuk aja di mana2 berbahaya.
Not a nation known for quick to embrace cutting-edge tech, knowledge and methods. Creativity. Nor for discipline and/or professionalism.Yep, dia benar dengan melapor secepatnya, karena kasus perkosaan kan butuh visum cepat. ...
Both. Karena Asing, dan Perempuan. Konsumsi alkohol, menambah, tapi nggak terlalu signifikan, karena seinget gue, itu udah terkait dengan stigma Kaukasian-nya.... Apa karena dia perempuan asing? ...
Eniwei, good news is, barusan nonton laporannya di tipi Jerman, sepertinya dia nggak terlalu 'damaged', masih koheren dan lucid, karena dia nggak sadar selama kejadian(mungkin pelakunya pake Mickey Finn ?). Dan dapet pendampingan serius dari kedutaan negaranya.
Last edited by TheCursed; 22-07-2013 at 07:35 PM.
A proud SpaceBattler now.
Nah, itu salah satu maxudku mengenai internasionalisasi setengah jalan.
So you said this is more about racial stereotyping? Maybe.Both. Karena Asing, dan Perempuan. Konsumsi alkohol, menambah, tapi nggak terlalu signifikan, karena seinget gue, itu udah terkait dengan stigma Kaukasian-nya.
Eniwei, good news is, barusan nonton laporannya di tipi Jerman, sepertinya dia nggak terlalu 'damaged', masih koheren dan lucid, karena dia nggak sadar selama kejadian(mungkin pelakunya pake Mickey Finn ?). Dan dapet pendampingan serius dari kedutaan negaranya.
Masa nggak sadar? Artikel pertama yg kubaca jelas bilang
HTML Code:"I woke up with my clothes off, sleeping on my belly, and he was raping me. I tried to get off, I tried to get him off, but he pushed me back down."
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Last edited by TheCursed; 22-07-2013 at 09:11 PM.
A proud SpaceBattler now.
http://news.yahoo.com/dubai-pardons-...093407907.html
a-ha. she is pardoned.
wonder if she would ever go back to dubai after the whole debacle
pardoned itu tersiratnya dia tetap dianggap salah kan?
I bet she would never go back
Yeah, tapi after fotonya langsung kayak lebih tua sepuluh tahun.Originally Posted by TheCursed
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Palingan dari kedutaan dia di bujuk buat cut-lose, aja.
Nggak usah ngejar lebih jauh, yang penting bisa pulang.
Semoga jadi pelajaran buat yang lain, yang pengen keluyuran ke tempat2 yang penerapan hukumnya 'questionable'.
i.e. jangan jaywalking di perbatasan korea utara-selatan, keluyuran nggak berombongan besar di pojok2 eropa, nyari recreational drugs buat dugem di amerika latin... atau Jakarta...
Terutama perempuan,... kecuali kalo build-up kayak Red She-Hulk, dan trigger-happy-moar-dakka kayak Fiona Glenanne...
Fact is, world is full with a$$holes. Negara yang hukumnya 'questionable', is a fertile hunting ground for a$$holes, and everyday is hunting season.
What ya' expect ? This kind of crime ? It breaks the soul.Yeah, tapi after fotonya langsung kayak lebih tua sepuluh tahun.
Makanya di TvTRopes.org entry-nya di taroh dengan label 'Special Kind of Evil'.
Tapi gue liat dari wawancara-nya, ini cewek masih tetep, mentally, tough.
Bicaranya masih teratur, padahal di minta menceritakan ulang pengalamannya di media Internasional(kalo ada yang tau istilah 'Secondary Rape/Victimization').
Gue pribadi nggak yakin bisa se'gagah' itu kalo mengalami hal yang sama.
What ? Jaman sekarang, cowok juga bisa di perkosa....
A proud SpaceBattler now.
Kamu lagi nasehatin siapa sih? Keknya kok ada yang dituju
Iya mendingan pulang, terapi, move on. Baru abis itu nyusun skenario balas dendam ...loh
nggak expect apa2, cuma mengobservasi aja before afternya. Kita kan nggak persis tau beneran apa nggak itu paksaan atau konsensus, tapi kecuali dia aktris hebat, maka beda before afternya cukup meyakinkan saya bahwa dia memang korban. note: saya nggak nonton tivi jadi cuma bisa menilai berdasarkan materi di internet.What ya' expect ? This kind of crime ? It breaks the soul.
Makanya di TvTRopes.org entry-nya di taroh dengan label 'Special Kind of Evil'.
Yang protes siapa sih?Gue pribadi nggak yakin bisa se'gagah' itu kalo mengalami hal yang sama.
What ? Jaman sekarang, cowok juga bisa di perkosa....
*tengok kiri kanan
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.
Yah, jangankan Dubai yg kota internasional, nah di indonesia aja masih sering menyalahkan korban pemerkosaan. Dia masih enak, pulang ke negaranya masih dibela sama orang2 di negaranya. Di indonesia bahkan emak bapaknya bisa nyalahin korban
---------- Post Merged at 04:13 AM ----------
Gw lg suka nonton serial fatmagul yg sinetron dari turki. Kisah gadis yg abis diperkosa sekelompok anak orang kaya. Ga ada yg ngebelain dia, bahkan tunangan dan keluarganya ikut2 nyalahin dia dan masyarakat justru kasihan sama si tunangan yg bakalan dapet cewek "bekas" bahkan mpe terusir dari kampungnya. Padahal dia diperkosa gegara tengah malam nekad ke pelabuhan buat melepas tunangannya yg mau melaut. Betapa ga adil kan? Tapi memang masih banyak tempat di dunia ini yg menyalahkan korban pemerkosaan
iya bund, bias patriarki masih ada di Indonesia juga. Maka saya bersyukur calon hakim agungnya keselo lidah waktu itu. Kalo sampe dia jadi hakim agung, bakal kasian banget nasib kaum perempuan. Makanya juga perempuan perlu didorong lebih aktif di parlemen supaya dapat memperjuangkan berbagai isu keperempuanan. Cuma harapan saya kalo berlatar artis ya seperti Nurul Arifin jangan Vena Melinda.
Paling enggak di Indonesia udah ada Komnas Perempuan. kisah wartawati tivi yang digembar-gemborkan penyidik padahal belum ada kesimpulan final itu juga masuk bias patriarki. polisi lelaki ndak sensitif, terlepas dari urusan si wartawati selingkuh atau nggak. Setelah Komnas Perempuan turun tangan baru pemberitaannya reda.
There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.
Everyone wants happiness, no one wants pain.
But you can't make a rainbow without a little rain.