PDA

View Full Version : Salam yang Dititip pada Bus yang Lewat



Lie
04-09-2012, 10:44 AM
Pada mulanya itu hanyalah sebuah kabar angin yang berhembus secara perlahan. Bahkan tak secepat angin malas musim kemarau di Jakarta. Sebelumnya lagi, hal itu bahkan hanya cerita seorang sopir bus kepada teman sejawatnya. Jajang, sopir bus Trans yang rutenya bolak-balik dari Jakarta ke daerah K, lewat depan mal besar Plaza S lalu masuk tol sampai ke tujuan.
“Gun, tadi di dekat Plaza S ada yang titip salam pada saya.” Begitulah kira-kira cerita Jajang kepada temannya Gugun yang kelak berubah menjadi awal sebuah legenda urban. Temannya menanggapi malas-malasan. Tak ada yang aneh.
“Ah, mungkin memang kenalanmu. Kamu saja yang sedang fokus menyopir, jadi tak tahu siapa orangnya.” Gugun enggan berspekulasi yang tidak-tidak. Orang menitip salam wajar saja toh. Apa salahnya? Mungkin ada kenalan Jajang yang mengenalinya. Kebetulan saja ia menitip salam di daerah Plaza S yang memang tiap hari sangat ramai.
Begitulah Gugun tak memikirkan lebih jauh cerita jajang, sampai konon ia sendiri ketitipan salam juga untuk seseorang di daerah K. Ia mendengarnya juga di sekitar Plaza S. Lalu Gugun pun bercerita pada pada teman-teman sopirnya. Terminal bus Trans di daerah K punya cerita baru. Yang aku dengar, awalnya ya cerita Gugun pada rekan-rekannya saat mereka bersantai melepas lelah. Setelah itu, konon ceritanya berkembang. Konon.
...
Pendingin ruangan berhasil membalik kenyataan. Aku yang di luar kepanasan setengah mati malah kedinginan di sini. Tapi, lumayanlah. Kalau udara dalam ruangan ini panas, mungkin sulit bagi aku dan teman-teman mengobrol puas sampai panas. Kami membicarakan legenda baru para sopir bus. Kami mengobrol santai saja, karena kami bukan sopir, dan bahkan hanya sebagian dari kami yang pulang pergi naik bus. Tapi kami tetap tak habis pikir dengan kesintingan orang yang menitip salam untuk kekasihnya pada sopir bus yang lewat. Sebuah kebodohan yang agak sulit dinalar.
Katanya, pada mulanya ada dua sopir bus Trans yang ketitipan salam, untuk orang yang tak jelas, dari orang yang tak jelas. Lalu tak seberapa lama, hampir seluruh pengemudi bus Trans yang melewati Plaza S sebelum masuk tol dan meluncur ke daerah K mengaku bahwa mereka ketitipan salam, sepertinya dari orang yang sama, untuk orang yang sama. Konon, suatu ketika Didin, seorang pengemudi yang mengaku sudah tiga kali ketitipan merasa bisa mengenali suara orang yang menitip salam. Suaranya seperti lelaki menjelang dewasa. Perlahan, konon, satu persatu sopir bus Trans yang lain mengamini. Setelah itu, konon, cerita berkembang lagi. Ada yang bilang ini pengakuan Jajang yang pertama kali ketitipan, atau Gugun yang pertama diberi tahu jajang. Katanya, dia sayup-sayup bisa mengenali untuk siapa salam itu dititipkan. Nama seorang wanita. Konon, sepertinya begitu. Entah untuk Ani, Santi, atau siapalah itu. Sopir-sopir yang lain pun menyimpulkan salam yang mereka dengar adalah salam dari seorang laki-laki untuk seorang wanita. Begitulah cerita itu mulai terbentuk.
Saat mendengar ceritanya, aku dan teman-teman tertawa saja. Entah temanku mendengar cerita itu dari mana. Saat itu, cerita yang beredar adalah para sopir bus Trans tujuan daerah K ketitipan salam dari seorang lelaki untuk seorang wanita. Tak jelas dari siapa untuk siapa. Yang jelas, aku sendiri tak habis pikir bagaimana mungkin ada laki-laki seabsurd itu, menitip salam pada sopir bus yang lewat. Tapi lebih jauh, aku malas memikirkannya. Hampir tiap hari aku pergi ke dekat Plaza S untuk menunggu bus. Selama aku tidak merasa terganggu, sebodo amat dengan cerita itu.

Cerita bertambah seru ketika mulai ada penumpang bus Trans yang merasa ikut ketitipan salam. Jadi, ternyata konon salam itu bukan dititipkan ke sopir bus, melainkan ke bus yang lewat depan Plaza S hendak menuju daerah K. Hal ini konon membuat penumpang bus Trans yang kebanyakan baru menyelesaikan setumpuk urusan mereka di pusat kota dan hendak pulang ke rumah merasa terganggu. Kalau sekali dua kali mungkin tak apa. Tapi kalau tiap lewat depan Plaza S ada yang titip salam, tapi tak jelas untuk siapa, lama-lama jengah juga.
Selang beberapa waktu, rumor itu merambat ke bus Bhakti yang bolak-balik dari sebuah terminal di Jakarta Timur ke bagian barat kota B, juga melewati daerah K. Bedanya, di bus Bhakti yang pertama mendengar adalah penumpang, dan pada awalnya mereka tak merasa janggal. Tak seperti bus Trans yang hanya lewat, bus Bhakti hampir selalu berhenti sebentar menaikkan penumpang di dekat Plaza S.
“Mungkin ada kenalan seseorang di bus ini.” Konon itu kata seorang penumpang.
“Mungkin salamnya dititip pada kondektur, atau sopir.” Kata penumpang yang lain.
Akhirnya, para penumpang bus Bhakti merasa gerah juga. Pendingin udara di bus gagal membuat nyaman para penumpang yang berdesakan, lelah, dan merasa dititipi salam. Salam yang tak jelas dari siapa untuk siapa. Yang mereka dengar tiap bus itu berhenti untuk mengambilpenumpang di dekat Plaza S. Mungkin dari seorang lelaki, konon sepertinya begitu. Mungkin untuk seorang perempuan bernama Ani, Santi, atau siapalah itu. Konon sepertinya begitu. Tapi konon lama-lama itu mengganggu.
“Tapi kalau dititipi salam setiap lewat depan Plaza S, kita bingung juga kan?” Akhirnya seroang sopir bus Bhakti ikut mengeluh pada kernet dan penumpangnya. “Saya masih harus kejar setoran, menghindari jalanan Jakarta yang kalau sore macetnya seperti selokan tersumbat sampah. Masak harus menyampaikan salam yang sampai sekarang saya tak tahu untuk siapa,” beberapa penumpang mengangguk. “Ya saya juga dengar, aah, siapa itu, Ani, Santi, atau siapa lah. Tapi Ani yang mana? Santi yang mana?” Kabarnya beberapa penumpang wanita geleng-geleng. Sopir bus Trans pun lama kelamaan curhat seperti itu pada penumpangnya. Dan kabarnya di bus Trans pun beberapa wanita menggeleng.
Konon mereka mulai merasa yang menitip salam itu hanya orang edan. Atau mungkin memang bukan orang. Mungkin lelembut, atau memang angin. Toh sebelum mereka merasa ikut ketitipan, itu hanya kabar angin.

Ya, lumayanlah. Aku dan teman-teman jadi punya bahan obrolan yang menarik. Lepas dari berita utama tentang politikus yang berkonflik, beberapa harga yang naik, atau berita-berita lain yang tak kalah tengik. Mulai ada wartawan iseng yang menulis di halaman belakang tentang salam yang dititipkan pada bus-bus tepat di depan plaza S untuk gadis di daerah K –ia menulisnya gadis. Padahal para sopir dan penumpang hanya bilang salam itu untuk wanita. Tulisannya hanya di pojok kecil yang tak penting. Tapi kami cukup puas tertawa. Dan mengutuk si sinting yang menitip salam pada bus-bus yang lewat.
Aku tak habis pikir mengapa ada orang seaneh itu. Menitip salam pada bus-bus yang lewat, salam untuk gadisnya –aku mengamini tulisan si wartawan iseng. Aku berjalan perlahan di jembatan penyebrangan panjang dari shelter Bendungan Hilir ke arah Plaza S. Cuaca rasanya tak keruan. Memang seperti itu. Angin malas-malasan, tapi cukup membuat kepanasan. Aku perlahan menuruni tangga, dan sekarang berada di dekat Plaza S, tak benar-benar di depannya. Semua orang yang menunggu bus pun menunggu di sini. Bukan di depan Plaza S. Aku menunggu bus yang akan mengantarku pulang. Biasanya agak lama, cukup untuk melihat tiga sampai empat bus Trans ke daerah K dan jumlah yang sama bus Bhakti ke bagian barat kota B, juga melewati daerah K.

Konon ketika para sopir mengeluh tentang Ani, Santi, atau siapalah itu yang sulit ditemunkan –karena mereka tak bertanya satu-satu, beberapa penumpang wanita menggeleng. Tapi ada penumpang wanita yang tak menggeleng. Mungkin ia tersenyum sendiri, sadar salam itu untuknya. Atau mungkin malah mengutuk si penitip salam yang tak langsung menampakkan batang hidungnya –ia akan tampak sebenarnya, bila di dekat Plaza S si gadis melihat ke luar jendela. Aku yakin akan hal itu, jadi aku pun melakukannya lagi, di dekat Plaza S tempat aku dan beratus-ratus orang menunggu bus –bukan tepat di depan mal itu seperti kata si wartawan iseng. Aku menitipkan salam pada bus-bus yang menuju daerah K, atau sekedar lewat sana, dan aku masih tak habis pikir bagaimana mungkin ada orang yang bertindak seabstrak ini. Menitip salam untuk seorang gadis pada bus-bus yang lewat.