lily
18-06-2012, 05:47 PM
Di kota Lawang ada sebuah hotel tua berlantai lima yang dibangun pada 1918. Di kompleks hotel ada semacam prasasti beraksara Tiongkok yang menyatakan tahun pendirian hotel. Usia Hotel Niagara sudah 89 tahun. Arsiteknya Fritz Joseph Pinedo, pria berdarah Brasil yang hidup di Indonesia pada masa pendudukan Belanda.
Hotel Niagara memang masih belum apa-apa. Dibandingkan dengan hotel-hotel modern (berbintang), standar pelayanan dan fasilitas di Di Hotel Niagara kita bisa menikmati sepuas-puasnya arsitektur tempo doeloe yang sangat menekankan pendekatan seni. Sebuah kombinasi gaya Brasil, Belanda, Tiongkok, dan Victoria yang menawan.
Namun, hotel tua ini menawarkan keindahan, sensasi, tersendiri dari bentuk konstruksinya yang eksotik dan antik.
Image yang berkembang kurang positif. Ada hantunya. Tempat orang bunuh diri. Kamar berdarah. Hingga tempat penimbunan senjata-senjata tradisional. Image ini makin kuat karena Hotel Niagara sempat mangkrak cukup lama. Kini pun dua lantai teratas (lantai 4 dan 5) selalu gelap karena belum dipakai.
Tarif yang diberikan cukup murah untuk ukuran hotel yang boleh dibilang paling bersejarah di kawasan Malang Raya. Kamar mewah cukup Rp 90 ribu dan Rp 150 ribu. Khusus di lantai 3, yang kamar mandinya di luar, tarif semalam Rp 60 ribu. Padahal, di Kota Malang tarif hotel melati berfasilitas paling minim, kamar mandi luar, minimal Rp 80 ribu.
Hotel Niagara awalnya dirancang sebagai vila pribadi milik keluarga Liem Sian Joe, pengusaha Tionghoa kaya pada era Hindia Belanda. Perlu kerja keras dan biaya besar untuk renovasi total.
Gedung setinggi 35 meter ini dibangun arsitek Fritz Joseph Pinedo selama 15 tahun sejak 1918. Di masa itu Lawang dan sekitarnya memang masih merupakan daerah peristirahatan yang sejuk, nyaman, dan sepi. Jangan heran banyak vila cantik dibangun di kawasan itu.
Pada 1920, Liem Sian Joe hijrah ke Negeri Belanda sehingga vilanya dipercayakan kepada ahli waris. Namun, karena jarang dipakai, vila itu kurang terurus. Kondisi ini berlangsung hingga masa kemerdekaan.
Setelah masa revolusi, bangunan yang pernah disebut-sebut paling tinggi di Jawa Timur ini dijadikan rumah tinggal oleh beberapa keluarga. Tak jelas nama-nama penghuni vila, berikut bagaimana prosedur mereka mendapatkan hak pakai. Bisa ditebak, beberapa bagian bangunan menjadi kurang terawat. Mirip perilaku penghuni rumah susun di Tanah Air sekarang.
Baru pada 1960 ahli waris Liem Sian Joe menjual bangunan itu kepada Ong Kie Tjay, pengusaha Tionghoa yang tinggal di Surabaya. Keluarga-keluarga yang menginap di rumah susun itu hengkang, dan mulailah Baba Ong membenahi bangunan tua itu.
Empat tahun kemudian, 1964, fungsi bangunan bertingkat lima diubah dari vila menjadi hotel dengan nama Hotel Niagara. Ongko Budihartanto, general manager sekarang, tak lain merupakan anak sekaligus ahli waris Ong Kie Tjay.
Tak mudah mengelola hotel sekaligus bangunan cagar budaya yang dilindungi undang-undang itu. Persoalan utama, seperti diceritakan di atas, adalah citra bangunan yang sempat diberitakan negatif di masyarakat. Misalnya, tuduhan sebagai rumah hantu hingga ajang bunuh diri. Itu semua hanya isu dan omong kosong," tegas Ongko Budihartanto.
Selama 20 tahun lebih mengelola dan menetap di Hotel Niagara, Ongko mengaku belum pernah merasakan gangguan apa pun. Para tamu pun tak pernah mengeluhkan soal itu. Yang ada justru ungkapan-ungkapan positif tentang kehebatan serta keunikan Hotel Niagara. Kesan-kesan para tamu itu bisa terbaca di lorong-lorong hotel antara lantai satu dan dua, kemudian lantai dua dan tiga.
Tak salah kalau para turis Belanda, yang datang untuk nostalgia itu, mengatakan Hotel Niagara ini unik dan antik. Sebab, menurut informasi dari beberapa sumber, keramik dinding dan bahan untuk lantai diimpor dari Belgia.
Lift kuno merek ASEA merupakan produksi Swedia tahun 1900-an. Lantai terbuat dari teraso berwarna yang dicor di tempat, bahan baku impor. Bahan kayu untuk jendela, pintu, plafon, dan sebagainya terbuat dari kayu jati kelas satu.
Persoalannya, seperti bangunan-bangunan tua lainnya, biaya perawatan tidak murah. Sementara jumlah kamar yang dioperasikan hanya 14 dari total 26 kamar alias hanya 50 persen. Bandingkan dengan hotel-hotel modern yang kamarnya berjumlah puluhan, bahkan ratusan.
Bisa dibayangkan berapa pemasukan Hotel Niagara ini setiap bulannya. Namun, sebagai hotel tempo doeloe, antik, orisinil, Hotel Niagara punya nilai lebih yang jarang dimiliki hotel-hotel lain di Tanah Air.
Ada baiknya pengelola Hotel Niagara mencamkan baik-baik pesan Henk Nos. Turis asal Belanda mengatakan, Hotel ini monumen, harus dijaga dengan baik. Perlu renovasi dengan arsitek yang benar-benar ahli. Kalau itu dilakukan, Hotel Niagara jadi bintang seperti Hotel Raffles di Singapura.
http://thumbnails62.imagebam.com/17361/9f1ea1173608642.jpg (http://www.imagebam.com/image/9f1ea1173608642)
http://thumbnails30.imagebam.com/17361/b1bbce173608945.jpg (http://www.imagebam.com/image/b1bbce173608945)
Sisi misteri nya :
pengalaman dari seorang warga Lawang :
Di lantai 3 ada kamar yang memang sengaja tidak dibuka untuk umum. Konon kamar itu tempat noni belanda mati terbantai tentara jepang. Hotel Niagara itu di mancanegara terkenal dengan nama "Three Beautiful Ghost Hotel". Kebetulan aku pernah jadi guide untuk tourist dari Netherland menginap beberapa hari disana. Saat itu rencana menginap di hotel itu selama 5 hari, akhirnya hanya 2 malam dan mereka minta pindah. Itu terjadi sekitar tahun 1987. Di kamar tamu ada keranda mayat, saat di lihat management hotel, keranda itu tidak ada lagi. Cerita ini aku dapatkan dari para tamu yang aku temenin kesana. Percaya tidak percaya. Dan masih banyak lagi hal - hal yang ganjil tentang hotel itu. Hotel Niagara sekarang tidak seserem dulu saat belum di renovasi.
pengalaman cece sepupu saya :
Waktu itu dia ama temen temennya kesana untuk iseng - iseng menginap disana... Mereka masuk ke halaman. Di halaman banyak sprei putih dijemur. Trus mereka menuju resepsionis, mau booking kamar. Kata resepsionis, semua kamar udah penuh, tinggal 1 kamar aja. Mau ga mau mereka tidur di kamar itu. Sampe di kamar itu, mereka baru sadar kalo ga mungkin semua kamar penuh, karena di halaman hotel gak ada satupun mobil ato motor parkir, selain mobil temen cece sepupu saya. Akhirnya mereka memutuskan kabur dari sana, daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan...
Menurut saya pribadi, mungkin memang ada something disana, karena hotel itu udah ada sejak lama... Teman Mama saya pernah jadi pemilik hotel itu, sebelum akhirnya dijual ke pemilik yang sekarang. Mama saya sendiri ga berani masuk kesana, apalagi saya. Tapi banyak juga teman yang bilang hotel itu bagus dalamnya dan memang untuk tarif menginapnya, murah banget dan terjangkau... Jadi buat yang ada kunjungan kerja ke Lawang, bole dicoba menginap di hotel Niagara. Terus tolong diceritain ya pengalamannya ::hihi::
Hotel Niagara memang masih belum apa-apa. Dibandingkan dengan hotel-hotel modern (berbintang), standar pelayanan dan fasilitas di Di Hotel Niagara kita bisa menikmati sepuas-puasnya arsitektur tempo doeloe yang sangat menekankan pendekatan seni. Sebuah kombinasi gaya Brasil, Belanda, Tiongkok, dan Victoria yang menawan.
Namun, hotel tua ini menawarkan keindahan, sensasi, tersendiri dari bentuk konstruksinya yang eksotik dan antik.
Image yang berkembang kurang positif. Ada hantunya. Tempat orang bunuh diri. Kamar berdarah. Hingga tempat penimbunan senjata-senjata tradisional. Image ini makin kuat karena Hotel Niagara sempat mangkrak cukup lama. Kini pun dua lantai teratas (lantai 4 dan 5) selalu gelap karena belum dipakai.
Tarif yang diberikan cukup murah untuk ukuran hotel yang boleh dibilang paling bersejarah di kawasan Malang Raya. Kamar mewah cukup Rp 90 ribu dan Rp 150 ribu. Khusus di lantai 3, yang kamar mandinya di luar, tarif semalam Rp 60 ribu. Padahal, di Kota Malang tarif hotel melati berfasilitas paling minim, kamar mandi luar, minimal Rp 80 ribu.
Hotel Niagara awalnya dirancang sebagai vila pribadi milik keluarga Liem Sian Joe, pengusaha Tionghoa kaya pada era Hindia Belanda. Perlu kerja keras dan biaya besar untuk renovasi total.
Gedung setinggi 35 meter ini dibangun arsitek Fritz Joseph Pinedo selama 15 tahun sejak 1918. Di masa itu Lawang dan sekitarnya memang masih merupakan daerah peristirahatan yang sejuk, nyaman, dan sepi. Jangan heran banyak vila cantik dibangun di kawasan itu.
Pada 1920, Liem Sian Joe hijrah ke Negeri Belanda sehingga vilanya dipercayakan kepada ahli waris. Namun, karena jarang dipakai, vila itu kurang terurus. Kondisi ini berlangsung hingga masa kemerdekaan.
Setelah masa revolusi, bangunan yang pernah disebut-sebut paling tinggi di Jawa Timur ini dijadikan rumah tinggal oleh beberapa keluarga. Tak jelas nama-nama penghuni vila, berikut bagaimana prosedur mereka mendapatkan hak pakai. Bisa ditebak, beberapa bagian bangunan menjadi kurang terawat. Mirip perilaku penghuni rumah susun di Tanah Air sekarang.
Baru pada 1960 ahli waris Liem Sian Joe menjual bangunan itu kepada Ong Kie Tjay, pengusaha Tionghoa yang tinggal di Surabaya. Keluarga-keluarga yang menginap di rumah susun itu hengkang, dan mulailah Baba Ong membenahi bangunan tua itu.
Empat tahun kemudian, 1964, fungsi bangunan bertingkat lima diubah dari vila menjadi hotel dengan nama Hotel Niagara. Ongko Budihartanto, general manager sekarang, tak lain merupakan anak sekaligus ahli waris Ong Kie Tjay.
Tak mudah mengelola hotel sekaligus bangunan cagar budaya yang dilindungi undang-undang itu. Persoalan utama, seperti diceritakan di atas, adalah citra bangunan yang sempat diberitakan negatif di masyarakat. Misalnya, tuduhan sebagai rumah hantu hingga ajang bunuh diri. Itu semua hanya isu dan omong kosong," tegas Ongko Budihartanto.
Selama 20 tahun lebih mengelola dan menetap di Hotel Niagara, Ongko mengaku belum pernah merasakan gangguan apa pun. Para tamu pun tak pernah mengeluhkan soal itu. Yang ada justru ungkapan-ungkapan positif tentang kehebatan serta keunikan Hotel Niagara. Kesan-kesan para tamu itu bisa terbaca di lorong-lorong hotel antara lantai satu dan dua, kemudian lantai dua dan tiga.
Tak salah kalau para turis Belanda, yang datang untuk nostalgia itu, mengatakan Hotel Niagara ini unik dan antik. Sebab, menurut informasi dari beberapa sumber, keramik dinding dan bahan untuk lantai diimpor dari Belgia.
Lift kuno merek ASEA merupakan produksi Swedia tahun 1900-an. Lantai terbuat dari teraso berwarna yang dicor di tempat, bahan baku impor. Bahan kayu untuk jendela, pintu, plafon, dan sebagainya terbuat dari kayu jati kelas satu.
Persoalannya, seperti bangunan-bangunan tua lainnya, biaya perawatan tidak murah. Sementara jumlah kamar yang dioperasikan hanya 14 dari total 26 kamar alias hanya 50 persen. Bandingkan dengan hotel-hotel modern yang kamarnya berjumlah puluhan, bahkan ratusan.
Bisa dibayangkan berapa pemasukan Hotel Niagara ini setiap bulannya. Namun, sebagai hotel tempo doeloe, antik, orisinil, Hotel Niagara punya nilai lebih yang jarang dimiliki hotel-hotel lain di Tanah Air.
Ada baiknya pengelola Hotel Niagara mencamkan baik-baik pesan Henk Nos. Turis asal Belanda mengatakan, Hotel ini monumen, harus dijaga dengan baik. Perlu renovasi dengan arsitek yang benar-benar ahli. Kalau itu dilakukan, Hotel Niagara jadi bintang seperti Hotel Raffles di Singapura.
http://thumbnails62.imagebam.com/17361/9f1ea1173608642.jpg (http://www.imagebam.com/image/9f1ea1173608642)
http://thumbnails30.imagebam.com/17361/b1bbce173608945.jpg (http://www.imagebam.com/image/b1bbce173608945)
Sisi misteri nya :
pengalaman dari seorang warga Lawang :
Di lantai 3 ada kamar yang memang sengaja tidak dibuka untuk umum. Konon kamar itu tempat noni belanda mati terbantai tentara jepang. Hotel Niagara itu di mancanegara terkenal dengan nama "Three Beautiful Ghost Hotel". Kebetulan aku pernah jadi guide untuk tourist dari Netherland menginap beberapa hari disana. Saat itu rencana menginap di hotel itu selama 5 hari, akhirnya hanya 2 malam dan mereka minta pindah. Itu terjadi sekitar tahun 1987. Di kamar tamu ada keranda mayat, saat di lihat management hotel, keranda itu tidak ada lagi. Cerita ini aku dapatkan dari para tamu yang aku temenin kesana. Percaya tidak percaya. Dan masih banyak lagi hal - hal yang ganjil tentang hotel itu. Hotel Niagara sekarang tidak seserem dulu saat belum di renovasi.
pengalaman cece sepupu saya :
Waktu itu dia ama temen temennya kesana untuk iseng - iseng menginap disana... Mereka masuk ke halaman. Di halaman banyak sprei putih dijemur. Trus mereka menuju resepsionis, mau booking kamar. Kata resepsionis, semua kamar udah penuh, tinggal 1 kamar aja. Mau ga mau mereka tidur di kamar itu. Sampe di kamar itu, mereka baru sadar kalo ga mungkin semua kamar penuh, karena di halaman hotel gak ada satupun mobil ato motor parkir, selain mobil temen cece sepupu saya. Akhirnya mereka memutuskan kabur dari sana, daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan...
Menurut saya pribadi, mungkin memang ada something disana, karena hotel itu udah ada sejak lama... Teman Mama saya pernah jadi pemilik hotel itu, sebelum akhirnya dijual ke pemilik yang sekarang. Mama saya sendiri ga berani masuk kesana, apalagi saya. Tapi banyak juga teman yang bilang hotel itu bagus dalamnya dan memang untuk tarif menginapnya, murah banget dan terjangkau... Jadi buat yang ada kunjungan kerja ke Lawang, bole dicoba menginap di hotel Niagara. Terus tolong diceritain ya pengalamannya ::hihi::