PDA

View Full Version : Puisi Puisi Dana



danalingga
27-01-2012, 01:41 AM
Teriluh

teriluh tendiku
sanga kunin matawari
i kerabun wari, i tengah sabah

i bas inganta ndube
ercakap cakapken wari si reh
i sapo i tengah sabah
mbegi mbegi sora perik
nemani kita i bas ukur meriah
nuturken ate ngena-nta

genduari, bas saat enda
teriluh kel tendiku nde iting
erkiteken kuburendu ngenca si ngalo-ngalo
tambar malem ningen,
tapi labo malem malem ukurku enda
natap natap si nggo lewat
si lanai terobah, adi nggo padan.

teriluh kel tuhu tendiku
adi matawari tempa lanai ndarat
erkiteken ciremndu lanai ku idah
tuhu ngenda kata nini si nai
mesera ngenda nggeluh
adi lanai lit tambar malem ndai.

Terjemahan bebasnya:

| Sukmaku menangis
| Saat kulihat mentari
| di sore hari, di tengah sawah

| Di tempat kita dulu
| berbicara tentang masa depan
| di dangau tengah sawah
| mendengar kicau burung
| menemani kita dalam kebahagiaan
| bercerita tengang cinta kita

| Sekarang, saat ini
| menangis dengan sangat sukmaku nde iting (1
| Sebab hanya kuburanmulah yang menyambut
| katanya obat penyembuh rindu ,
| tapi tidak sembuh sembuh juga hati ini
| mengenang yang telah berlalu
| yang tidak bisa di rubah, sebab sudah takdir.

| Sungguh menangis sukmaku
| Jika mentari sepertinya sudah tidak akan terbit
| disebabkan senyummu tidak terlihat lagi
| Kebenaranlah yang dicupakan orang tua dulu
| sulit untuk hidup
| jika pengobat rindu telah tiada.

(1. Merupakan sebutan (sayang) orang karo terhadap wanita yang bermarga Ginting.

danalingga
28-01-2012, 12:54 AM
MUNIR

Sore ini, 30 mei 2008, tiba-tiba saja aku teringat akan sebuah nama. Munir . Nama itu terngiang kembali dalam ingatan ketika kudengar sebuah lagu yang ditujukan untuk mengenangnya. Tembang begitu syahdu penuh getaran yang diberi judul Before You Go. Rasa ini seakan diiris-iris bagai dipaksa ingat kepada hal yang sangat menyakitkan. Betapapun menyakitkan ingatan itu. Lebih menyakitkan lagi ketika sadar ternyata rakyat negri ini sudah terlalu susah untuk sekedar mengingatmu. Maaf sang pahlawan, kami sedang sibuk mengurus perut kami akibat gonjang-ganjing BBM. Sekali lagi mohon maafkanlah kami.

Munir, sang pahlawan yang menjadi martir. Kuanggap engkau martir. Walau aku tak tahu entah martir untuk apa. Sebab tidak kunikmati hasil dari kematianmu kecuali tentang cerita konspirasi yang begitu indah. Saking indahnya maka tidak terpecahkan sampai sekarang. Begitu piawai memang yang mengarang cerita tentangmu. Sengaja meninggalkan para pembaca menerka-nerka tanpa akhir akan ending. Atau memang para pengarang akan terus bercerita hingga episode 10 , bagai sinetron yang kulihat di televisi hitam putih warisan nenek. Jika begitu, maka saya nikmati saja. Menunggu semoga ada happy ending akan kisahmu.

danalingga
04-02-2012, 09:07 PM
Rasa Kasihan

Jangan pernah merasa kasihan kepadaku, walau seburuk apapun kau rasa nasibku. Itu semua adalah hanya rasamu, bukan rasaku. Buruk kau bilang bisa berarti baik bagiku. Jadi buang saja rasa kasihanmu itu. Ada tong sampah di sana yang siap menampung. Sampah kasihan itu buang di sana. Lalu bakarlah sampai tidak tersisa. Aku masih baik-baik saja. Walau seburuk apapun yang terlihat olehmu.

danalingga
05-02-2012, 10:26 AM
Kerinduan

Senandung karo itu mengalun mendayu. Memenuhi segenap ruang kosong dalam diri. Memenuhi dengan rasa rindu akan nuansa sebuah kota kecil di sumatera utara, kota agraris yang dipanggil Kabanjahe . Kota kecil yang telah membentuk saya menjadi seorang manusia. Terimakasih.

Kenangan demi kenangan mengalir. Merindu aku tiada tertahan. Semoga suatu saat nanti bisa pulang merengkuh indahnya kedamaian. Semoga saja. Pada saatnya nanti ketika kita bersua, memang masih ada damai di Kabanjahe yang tercinta.

danalingga
07-02-2012, 01:03 PM
Menghantar Mati ?

I

Air mata mengalir tak tertahan
Sang maut tanpa pertanda menampakkan diri
dalam balutan jubah hitam menebar aroma kematian
Sebentar lagi menjadi nyata pada orang terkasih
Mataku memancarkan aroma dendam tak berdaya
Aneh, sang maut malah tersenyum
Bersemangat memberi kabar dibalik bayang-bayang
meremas hati sampai hancur, tak bersisa
Melihat orang tersayang semakin lemah
dalam naungan aroma aneh yang ditebarkan
Seringai sang maut menatap dingin
menggeletar rasa tertutup kabut berselimut maut
yang mengembang tanpa dapat ditahan.


II

Jeritan hatiku tenggelam dalam samudera
Gelombang rasa sedih membelenggu asaku
Hanya sesekali riak mukjijat sekelebatan
Memberikan secercah cahaya, tapi itu hanya
hanya secercah, hanya sekelebatan
Tidak lama setelah itu
kegelapan kembali mengungkung
hitam pekat
Kulihat orang terkasih semakin redup
Masih coba tersenyum, menatapku lemah
Tampak binar khawatir di matanya
Jantungku serasa berhenti berdetak
dan dunia seketika berhenti berputar.


III

TUHAN! Bisakah nyawaku sebagai ganti?!
serahkan orang terkasih dalam bayangan maut
yang tidak lama lagi tentu akan datang
‘Kan kulakukan segalanya demi secercah harapan
akan mukjijat yang sering didongengkan
ketika dulu hendak tidur
dalam pangkuan orang terkasih, yang makin pudar
Terasa hampa dalam bayangku akan hidup
Saat semua telah selesai bagi orang terkasih
Hanya mukjijat yang mungkin menyelamatkan
Akankah kali ini doaku terkabul?

IV

“Pasrah, tabah, ikhlas.” kata para pembisik
Hatiku berontak! Tahu apa mereka akan sedihku?!
Ya! Aku tahu yang hidup akan mati
Tapi aku hanya ingin sedikit berharap
Pada mukjijat yang mungkin datang
Jadi, tolonglah kau diam sebentar
Jangan jadi Tuhan, membungkam asaku
dengan vonis maut yang tak tertawar
Diamlah! Walau kau itu sang maut sekalipun
Biarkan aku memanjatkan asa kepadaNya
Sebentuk doa penyerahan total akan kehendakNya
Mungkin mukjijat itu bakal sudi berkunjung
Mengusir maut dalam jubah hitam berhias mata dingin
yang telah menampakkan bayang-bayang pada orang terkasih
Tanpa rasa apa-apa.


V

Kutatap dalam-dalam mata orang terkasih
yang tersenyum dibelitan bayang sang maut
Tulus kasih sayang terasa
Membelai hati yang gundah menghujam asa
Binar itu masih ada, tidak pernah berubah
Setidaknya masih seperti dulu, menentramkan jiwa
Walau aroma maut yang semakin tajam terasa
Seberkas harapan menyentuh hati
akan ketulusan untuk menerima sang takdir
Entah akhirnya maut atau mukjijat
Kuanggukkan kepala, mengiyakan bisik darinya
Untuk tidak mendendam pada sang maut
Juga untuk tidak terlalu memuja sang hidup
Lalu senyumnya kembali mengembang
Tangannya merengkuh kepalaku, membelai
Damai-damai-damai, hanya itu yang ada. Kututup mataku.
Tidur yang sudah lama tidak.


VI

Mentari menyambut pagi ditingkahi kicau burung
Kabut pagi yang mulai pudar menyentuh, sejukkan jiwa
Udara ikut bercengkrama, memeluk hati masih sedikit sakit
Menyisakan cerita yang sudah hampir pudar
akan orang terkasih yang menari bersama sang maut
Pasrah, walau sedikit harap sempat singgah
akan sebuah dongeng mukjijat
yang dulu sering menghantar tidur, tapi tak kunjung ada
Maka ikhlas jualah yang menjadi obat
semua terjadi atas kasih sayangNya
entah itu maut, atau hidup
Maka berakhirlah satu lagi cerita
tentang hidup yang tidak pernah lepas dari mati.



(Teruntuk seorang teman, semoga bisa tabah)

danalingga
09-02-2012, 11:49 PM
Menangis

YA!
Aku lelaki telah menangis
miris memandang manusia berebut
kebenaran di antara desu peluru
menunduk mencari perlindungan
di relung hati yang terdalam
akan sebuah damai

YA!
Sebut saja aku lelaki cengeng
karena air mata terurai
melihat anak manusia gelap mata
mencincang tubuh sang penyesat
lalu memakannya sampai habis
kanibalisme sepanjang jaman

YA!
Air mata lelaki ini kering
memandang kesedihan
menerjang tanpa belas kasihan
dalam jiwa yang rapuh
berusaha menggapai asa diri
hanya sekedar menikmati hidup yang damai.

YA!
jawab dari tanyamu ada
Semua itu atas nama.

danalingga
10-02-2012, 10:40 PM
Luka itu ada

Luka itu ternyata masih ada
terdiam di sudut berdebu
menunggu sekedar sentuhan ringan
membangkitkan kenangan

Luka itu ternyata masih ada
sabar di pojok gelap
menunggu jendela menghantar cahaya
ketika terbuka walau secelah

Luka itu ternyata masih ada
memendam di dalam ketaksadaran
menunggu sebuah kesempatan
saat sang sadar singgah sebentar

Luka itu ternyata masih ada
menyimpan sakit tak pernah pudar
di jiwa yang semakin rapuh
berharap tanpa asa

Tanya terngiang, terus tanpa henti :
“Apakah Luka bisa tidak ada?”

danalingga
12-02-2012, 11:16 AM
Berjalan Aku

Langkah demi langkah mengantar
Dalam perjalanan dengan diri
Sendiri menikmati hidup
Saat duka menghantam
Saat suka menyapa
Saat menangis,saat tertawa
Terus aku jalani
Manis pahit yang tercecap
Ikhlas.

danalingga
14-02-2012, 12:05 PM
Senja

Senja itu memerah
Menghantar mentari ke peraduan
Kunikmati dalam perjalanaan
Meniti langkah demi langkah
Dalam kehampaan kadang berharap
Antara dua dunia ada terpisah, pintu
Menghantar aku berkunjung
Menyapa engkau yang ada dihati
Mencumbu tanpa lelah
Hayalku semakin melambung
Tanpa batas

Sementara merah mulai tertelan
Mentari sudah lama pergi
Mengistirahatkan diri untuk esok hari
Senja masih saja belum menjawab

Senja telah pergi
Malam telah datang
Hanya ada hati tergiris pilu
Sadar tidak terlihat ada mungkin
Penghubung duniaku dengan duniamu
Hanya ada rindu meronta
Ingin menggapai engkau
Wahai kekasih hati
Nantikan saja, ketika saatnya tiba
Kan kujenguk dirimu

Lalu langkah demi langkah berlanjut
Tanpa tahu lelah itu
Mencari aku,
Melewati beribu senja.

danalingga
16-02-2012, 08:10 PM
17 Agustus

Tidak usah kau usik aku. Biarlah kunikmati hari ini dengan merdeka. Bermain futsal di pojok kota. Berlari dalam goni di gang yang sempit. Memasukkan pinsil ke botol yang sempit di halaman sekolah. Menonton manisnya para mayoret di sebuah lapangan kota kecil. Beradu otot menarik tambang di pojok kantor. Berjelaga menggapai hadiah di ujung pinang. Ikut bernyanyi Indonesia Raya penuh semangat.

Biarlah dulu sebentar. Sebelum sang saka merah putih itu hilang ditelan malam. Hanya sampai malam ini tiba. Sampai matahari terbit esok hari. Kunikmati dulu rasa merdeka sampai detik terakhir. Dan besok silahkan miliki aku lagi. Sebab rasa merdeka itu memang hanya untuk sehari. Esok hari, rasa itu hilang menguap tak berbekas. Karena memang setiap tahun sudah begitu. Mungkin memang sudah takdir.

Sabar, tunggu sajalah dulu. Sebab ini hanya sehari. Istirahat dari hidup barang sejenak. Merdeka dalam arti sebenarnya. Kemudian besok hidup akan mulai lagi. Bergulir setelah henti kemarin. Dan merdekapun hanya menjadi kenangan hari yang sudah lalu. Ada memang tersebut kata merdeka dalam guliran hidup setelah itu. Tapi hanyalah sebatas selogan yang kosong. Tidak pernah menjadi bermakna merdeka.

Sebab hidup kembali menjadi kenyataan. Belenggu di harga berbbm, berpendidikan, berbahan makanan, bepekerjaan, berteman, bercinta, berumah, bersubsidi, beragama, bernegara, bermerdeka, bahkan bernapas. Maka, hari ini, biarkan aku dulu wahai sang hidup. Sekejap kunikmati rasa merdeka. Longgarkan sejenak belitanmu. Biarlah kunikmati rasa merdeka ini. Walau sementara.

danalingga
18-02-2012, 08:33 AM
Cerita Pantai

Udara itu serasa asin melekat
Memeluk diri yang terpana
Tatapan jauh ke cakrawala
Tarian ombak menemani tanpa canggung
Di atas pasir basah dua manusia
Sedang bermain dalam rindu
Lupa waktu yang tak menyentuh
Damai itulah yang ada
Wajah-wajah puas tampak tertidur
Dalam pelukan sang bidadari
Yang basah dan asin, murni
Hangatnya tidak dingin seperti air
Dinginnya tidak panas seperti api

Deru ombak
Desau angin
Gemericik air
Lembutnya pasir
Menarikan tarian indah melenakan
Dua anak manusia yang sedang bercengkrama
Melepas rindu bergulingan di pantai
Seberkas semburat senja
Melukis indahnya hidup

Kepiting, Ikan kerapu, sambal kecap dengan irisan rawit
Menghapus lapar yang menyerang
Saat dua anak manusia melepas
Rindu telah menyatu di dangau tepi pantai
Duduk beralas tikar menikmati hidup
Di antara belaian angin senja
Dalam semburat memerah
Damai
Indah
Pantai

Burung camar tampak menyampaikan berita
Dua anak manusia memadu rindu di pantai
Tidak lupa juga tentang damainya.

danalingga
21-02-2012, 12:12 AM
Harmoni Jiwa

Suara malaikatmu melantunkan lagu jiwa, iringi suara gitarku membelah kebekuan. Melodi kita menyapa orang-orang yang terlelap dibuai kehidupan. Robot-robot menari berusaha memanusiakan diri. Senyummu di balas senyumku, sementara denting piano tampaknya tidak tahan untuk tidak ikut serta. Damai ini terus mendendangkan lagu kita, ketika cinta menyapa.

Sumringah senyummu bangkitkan rasa yang telah lama tidur. Seperti sang putri tidur yang mendapat kecupan dari sang pangeran, maka hidupku pun terselamatkan. Ketika ku sadar kita itu ternyata ada. Bukan hanya sebuah mimpi yang tak tergapai, walau seumur hidup. Mengajak mereka-mereka untuk berdendang dalam lagu jiwa, sebuah harmoni antara kau dan aku.

Mereka-mereka ternyata mulai menyadari harmoni jiwa yang sedang kita ciptakan. Maka marilah kita bernyanyi terus tanpa henti. Semoga mereka ikut serta menari dan menyanyi dalam kegembiraan kita. Merayakan nyanyian, suara gitar, dan denting piano yang mengalun tanpa lelah. Binar mata mu menembus dalam relung hati terdalam, yang tanpa ingin sembunyi lagi . Teriakkan cinta kita, dalam senandung tiada akhir.

Wahai dikau, marilah kita ajak dunia menari bersama kita. Meresapi kebahagiaan yang tiada taranya, sebab cinta memang adalah cinta. Nyanyianmu semakin syahdu, suara gitarku makin menyatu, denting piano mengiringi tanpa pamrih. Ikhlasku menembus batas-batas ego.

Ah, duhai dunia marilah bersama kami, menikmati hidup yang semakin indah. Dalam harmoni jiwa.

danalingga
22-02-2012, 11:52 PM
Puisiku

Lembar demi lembar kehidupan
kugoreskan dalam huruf
menyusun kata, menulis makna
dalam kata kata berima aneh
berusaha terdengar indah

Walau tak tercapai
tetap ini aku sebut puisi
sebuah puisi hidup
yang berusaha menggapai hati
dalam dada ada rindu

Dengarkan saja goresan ini
terwujud dalam puisi
walau aneh.

danalingga
24-02-2012, 02:44 AM
Bakar!


Bakar!
Itulah yang terlintas
kala hati dipenuhi amarah
tanpa batas

Melirih dengus orang orang
teraniaya
Bangkit merubah yang tak sedap
dipandang
Gemericik api yang melalap habis
rumah kayu

Pandangan bengis disekeliling
liukan tubuh di dalam rumah
menggeliat

Kepuasan memancarkan penghinaan
pada arang hitam dan debu
mengonggok

Bakar!
Telah dilakukan sekejap tadi
nafsu amarah tidak tertahan
teringat hawa kematian menyeruak
menyapa setiap lawan, tanpa belas kasihan

Mata-mata liar itu nanar menatap
musuh bersama yang tinggal abu
rumah yang tinggal arang
tertawa mereka melepas lelah
untuk penghabisan

Bakar!
Menyelesaikan ketakutan-ketakutan
oleh sosok berbaju hitam menyeramkan
menyebarkan hawa maut tanpa pilih
kini sudah tidak ada lagi.

danalingga
25-02-2012, 10:01 PM
Sakit

Seorang wanita jadi korban kebrengsekan
Tentu jatuh sakit
Maka yang mengaku temanpun menjenguk
Demi sebuah ramah tamah
Yang sudah menjadi budaya negeri ini

Seperti biasa,
Seperti sudah-sudah
Dikala ada pertemuan,
Walau dalam sakit
Yang dilakukan adalah saling bercerita

Cerita mengalir,
Tentang pengendara sepeda motor yang sangat brengsek
Tentang pelayanan UGD sebuah rumah sakit yang keterlaluan
Tentang penyakit yang terpaksa ditemukan kemudian
Tentang manusia yang kehilangan empati
Tentang ketidak becusan
Tentang orang-orang negeri ini

Semuanya,
Tentang kegeraman, amarah, dan luka
Tentang betapa sakitnya negeri tercinta.

Hei engkau, jangan merengut begitu
Jangan proteskan cerita
yang hanya tentang sakit ini
Sebab wajar adanya jika memang sedang.


*Makasih buat seorang teman yang telah menjadi bahan inspirasi puisi alakadarnya ini. Semoga cepat sembuh. *

danalingga
27-02-2012, 09:14 PM
Hatiku

Hatiku ternyata rapuh. Begitu gampang tercerai-berai. Lagi dan lagi. Tanpa aku bisa berbuat. Hanya pasrah setiap kali datang kerikil yang membentur. Tanpa pernah memberi ampun hanya dengan sedikit retak, luluh lantak kemudian.

Hatiku ternyata kuat. Begitu sering tercerai-berai oleh kerikil-kerikil tanpa ampun. Tetap bisa kembali seperti semula. Merekat seolah tidak pernah hancur. Melekat memberi denyut pada hidup. Tanpa pernah berhenti sedetikpun, bahkan di saat tersulit sekalipun.

Hatiku memang hati. Bukan batu cadas bergeming tanpa rasa. Bukan juga kaca yang tercerai-berai tanpa pernah bersatu lagi. Hatiku hanya hati. Yang mengalami rasa sakit yang menghancurkan. Tapi kemudian tetap saja ingin terus merasa. Lalu menyatu lagi.

Aku, dengan hati merasakan hidup.

danalingga
01-03-2012, 01:57 AM
Senjakala

Senjakala
bermandikan cahaya
putih, bersih, suci
membasuh jiwa
luruhkan segala resah
menyatu dalam keheningan.

danalingga
05-03-2012, 08:13 PM
Kekosongan

Kutatap wajah
yang kosong, melompong
mengembara jiwa tak tentu arah
tinggalkan jasad merintihi nasib

kosong menjadi teman sunyi
meratap diantara tangis
tiada henti
airmata yang telah jadi darah
kering meranggas dalam panas

menatap dalam kosong
jauh tanpa ujung
menasibi sang nasib

akhir segala
kekosongan dalam hati
teman menikmati nanah
dari luka yang tak kunjung sembuh.

danalingga
08-03-2012, 12:28 AM
Tiba Tiba

Tiba tiba, tanpa salam engkau masuk
menerobos pintu hati yang tertutup
Ingin kuusir, tapi apa daya
hati telah tertawan
oleh anggun paras dan senyum manis

Tiba-Tiba memang semua
harus kurelakan tanpa bisa protes
porak porandanya keping keping hati
yang sedang kutata, kusiapkan kembali mengarungi
zig-zag kehidupan ketika bermain
dengan yang namanya cinta.

Kerlingmu semakin menawanku
tiba-tiba saja dan aku tak berdaya.

Lalu tiba-tiba juga,
semua hilang tak berbekas
Hanya kekosongan yang tertinggal
Sedikit wangi tubuhmu sebagai kenangan

Engkau pergi seperti datangmu,
begitu tiba-tiba.

danalingga
10-03-2012, 11:21 PM
Koma

Koma
Sudah saatnya kububuhkan
Dalam perjalanan ini
Beristirahat sejenak
Melakoni syariat hidup
yang sudah lama tidak
Mencengkramai cahaya putih

Kutatap,
begitu terang tapi tidak silau
Melebur segala ingin, segala lelah,
segalanya, tanpa sisa

Maka selagi aku masih ingat
Koma dulu kububuhkan
Sebelum nanti titik memaksaku lupa.

ndugu
11-03-2012, 06:36 AM
saya suka yang terakhir :mrgreen:

danalingga
13-03-2012, 08:55 PM
saya suka yang terakhir :mrgreen:

Makasih telah suka. :D

---------- Post added at 07:55 PM ---------- Previous post was at 07:53 PM ----------

Denting

Ting…
Jelas terdengar di sanubari
Damai menelusup ke relung hati
Menggetarkan ruang-ruang dalam jiwa

Saput awan hitam
Merengkuh hidup, memeluk mati
Larut rasa yang hanya bisa dirasa
Mutlak sudah, tanpa apa-apa lagi

Denting meresonansi kejernihan
Tanpa ada riak sedikitpun
Hanya rasa yang tersambung
Dalam kemutlakan yang tak terkatakan

Rasakanlah!

Hanya, ting …
Menggema dalam jagat raya

Rasakanlah!

Kau dengarkah, apa yang kudengar?!

Ting…
Nah! Itu berdenting lagi
Dengar dengan rasamu

Dengarkanlah, sungguh indah
Denting jernih menghantar hening.

danalingga
14-03-2012, 10:01 PM
Teman

Rasanya semua jadi hambar, sejak kata cinta terucap.

Tidak bisakah seperti dulu lagi?

Bercakap-cakap tanpa beban. Lepas bercanda. Tanpa ketakutan akan melukai, atau kebingungan menempatkan hati.

Kurindu pertemanan seperti dulu.
Tapi rasanya menjadi semakin jauh. Nyata makin hari makin tinggi gunung es diantara kita. Membekukan, sedikit demi sedikit.

Pertemanan pun,
Jadi terselaput tebalnya es, Membeku dan rapuh. Sedikit sentuhan akan tercerai berai. Tanpa sisa lagi.

Menyedihkan memang.
Tapi apa dayaku, jika takdir berkehendak?

danalingga
16-03-2012, 01:11 AM
Dzikir

Kukatakan padamu rasa kontemplasiku. Rasa betapa sudah lama sekali diri ini tenggelam dalam waham kebesaran. Hingga luput memperhatikan hal-hal kecil yang menggetarkan.Betapa sudah lama terlalu terpaku pada hal-hal besar. Mengabaikan apa yang disebut keremehan hidup.

Tiada dapat melihat dzikirnya para pemulung yang mengais rejeki tanpa mengeluh. Dzikirnya para penjaja koran di pojok jalan yang senantiasa tersenyum. Dzikirnya para pengamen yang tidak menampakkan muka masam ketika tangan ini terangkat untuk menolak. Dzikir yang menjadi lelaku nyata dalam hidup.

Duh, Gusti. Inginku berdzikir dalam kesederhanaan lagi.

danalingga
18-03-2012, 08:09 PM
Sabda Alam

Kesiur angin
Gemericik air
Tarian bunga
Cicit burung gereja
Sebuah daun jatuh pelan melayang.

ndugu
19-03-2012, 05:33 AM
yang terakhir: ::up::::up::
very poetic
haiku 5 baris :cengir:
can i steal it?

danalingga
19-03-2012, 01:32 PM
yang terakhir: ::up::::up::
very poetic
haiku 5 baris :cengir:
can i steal it?

Tentu boleh.

Btw, Haiku itu apa sih?

ndugu
19-03-2012, 01:44 PM
haiku itu sejenis puisi jepang, dengan format pendek2 gitu
biasa 3 baris, dan masing2 baris ada batas brapa huruf. ibarat suku kata kali ya. biasa ga lebih dari 5 ato 7 suku kata.
lupa formatnya persisnya gimana

dan puisi di atas mengenai alam, buatku sangat fitting aja.

danalingga
20-03-2012, 10:21 PM
wahai Perawanku

Wahai Perawanku…Selaput itu biarlah di situ saja
Tidak usah kita rusak demi kenikmatan
Nikmat itu masih bisa kita rasa
Dengan segala teknik yang kita pelajari
Pada stensilan yang sudah lecek

Kamu jangan merengut begitu
Seakan tidak merasa dihinakan
Saya tidak kecewa untuk yang satu itu
Demi keutuhan selembar selaput
Yang terasa indah pada saatnya nanti

Saya tidak apa-apa menjaga selaputmu
Nafsu ini masih bisa kusalurkan
Pada perempuan lain tanpa selaput
Merelakan beberapa rupiah,
demi menjaga selaputmu, hadiah perkawinan kita.

danalingga
22-03-2012, 11:17 PM
Dik

Dik, malam keparat ini, entah kenapa, mengingatkan lagi padamu. Entah sudah berapa lama sejak jantung ini serasa berhenti berdetak pada kepergianmu. Tidak pernah kuhitung waktu memang sejak saat itu.

Dik, hanya harapku untuk dapat meneruskan hidup. Tidak perlu mencari tahu di tubuh mana kamu akan singgah kembali. Atau mungkin memang sudah tidak perlu lagi. Karena sudah melebur bersamaNya, sang asal.

Dik, tapi malam keparat ini mungkin punya dendam tersendiri kapadaku. Hingga begitu tega mengingatkan lagi padamu. Aku sedih walau rela. Hanya menatap bayang-bayang yang kadang datang, walau pudar.

Dik, malam keparat ini tampak terkekeh , puas menatapku yang merana. Walau muak dengan kemenangan sang malam, tanya itu tetap kulontarkan : “Apa kabarmu, Dik?”. Nelangsa karena kutahu, kau sudah tidak mungkin menjawab.

Rindu tiba-tiba menggemuruh di dada.

danalingga
23-03-2012, 11:57 PM
Tuhanpun Terdiam

Tuhan terdiam, terpana
Melihat ruang sidang yang berubah
jadi pasar amarah dengan riuh rendah makian
Bahkan ada yang mengambil-alih kuasaNya

Tuhan hanya : diam, terpana,
Tidak bisa apa-apa

danalingga
03-04-2012, 08:47 AM
Gerimis Dan Bidadari

Rerintik air turun dari langit,
membelai bumi selembut hati yang sedang
terpesona kecantikan sang bidadari.
Senyum hadir meruntuhkan segala
tembok beku menahun yang berkarat.

Gerimis berderai melembutkan.
Melukis keindahan dari jendela kamar
yang meremang dalam diamnya hati.
Nikmat binar mata bidadari.
Menembus ke ujung hati,
yang sudah lama menyimpan perih.

Gemericik air pada kolam ikan sebelah rumah.
Meriakkan tarian bersama air yang menyapa dari langit.
Menengadah wajah,
menikmati tarian dari surga di atas sana.
Sosok tubuh bidadari bercahaya dalam bulir-bulir mutiara bening.

Gerimis dan bidadari. Menghapus segala kelam, yang baru saja ada.

danalingga
18-06-2012, 12:28 AM
Sekadar Berpuisi

Coretan-coretan kugoreskan. Sekadar menuliskan rasa. Rasa dedaunan yang tampak intim bercumbu dengan angin. Menggeliat jatuh. Untuk kemudian berselingkuh dengan bumi. Mencumbu sampai habis diri. Hilang melebur dalam kesatuan. Menyuburkan.

Rasa yang terus berbicara. Melihat angin mencumbu awan, yang berarak mendulang berkah, yang terbang ke langit dari orang-orang tanpa asa. Beberapa ada seperti rayuan agar sang awan segera menuntaskan cumbuan dengan sang angin. Tumpahkan mani untuk kehidupan. Membasahi bumi yang telah kering kerontang. Hingga sang daunpun terbakar menyentuh kulitnya..

Rasa mendengungkan kebenaran. Sekedar berbagi cerita tentang kematian. Syahdu dalam ketidak mengertian. Misteri di sana tetap diam membisu. Tidak mau menyapa manusia-manusia. Suara membahana ke angkasa, menggangu cumbuan angin pada awan. Suara lantang meneriakkan protes. “Mengapa ada manusia yang membuat manusia bercumbu dengan maut ?!!”.

Sementara,
bumi, daun , angin, dan awan, terus bercumbu tanpa lelah.

beastmen85
18-06-2012, 12:48 AM
Tuhanpun TerdiamTuhan terdiam, terpanaMelihat ruang sidang yang berubahjadi pasar amarah dengan riuh rendah makianBahkan ada yang mengambil-alih kuasaNyaTuhan hanya : diam, terpana,Tidak bisa apa-apakeren bro.seperti sindiran thd orang yg terlalu banyak merenungkan-Nya, hingga sang Tuhan menjadi hilang.

danalingga
22-06-2012, 02:26 AM
keren bro.seperti sindiran thd orang yg terlalu banyak merenungkan-Nya, hingga sang Tuhan menjadi hilang.

Heheheheh... ;)

---------- Post Merged at 01:26 AM ----------

Hening

Menangis.
Merasakan nikmat yang tiada tara kembali.

Terimakasihku Tuhan,
atas tidak bosannya memberikan anugrah
pada hamba yang tidak tahu diri ini.

Hadiah ini teramat indah.
Sebuah kesempatan untuk mencicipi hening kembali.
Terimakasih.

danalingga
08-09-2012, 11:51 PM
Melebur

Lebur … Lebur … Leburlah, wahai heningku.

Leburlah keramaian. Meleburlah dalam kesunyian. Hiduppun melebur dengan mati.

Leburlah sedihku. Melebur dalam senang. Suka pun melebur dalam duka.

Leburlah inginku. Lalu inginku melebur pada tidak ingin. Ingin pun menjadi satu dengan tidak ingin.

Maka, leburlah puisi ini. Puisi melebur. Kata-kata sudah tidak ada lagi.

Bunga kamboja berdiri pongah di tengah kuburan merah. Dan lebur pun melebur.