Joyko
04-11-2011, 10:00 PM
" Ma aku pergi ke kantor dulu yah, jaga rumah ya? asamu (akusayangkamu) '' kata2 mesra Pak Bambang yang pergi rutin kerja sehari-hari kepada istrinya.
Bu Bambang sedang jalan-jalan ke pasar burung Barito Jakarta selatan. Ketika melintas di sebuah kios, dilihatnya seekor burung beo di dalam sangkar dan diberi tulisan : Dijual Rp 75 ribu. Murah amat, pikir Bu Bambang yang saat itu jalan-jalan sendirian. Karena minat, Bu Bambang bertanya ke penjual yang tengah membersihkan sangkar-sangkar burung.
Pak burung beonya dijual? Harganya emang segitu? tanya Bu Bambang. Ya, bu dijual. Harganya emang segitu, jawab penjual.
Murah amat, emang kenapa? Beonya sakit?
Nggak bu, cuma burung ini pernah tinggal di rumah bordil (lokalisasi), jadi kalo ngoceh suka ngaco. Jorok-jorok gitu bu, jawab si penjual burung.
Ih lucu juga, dibeli aja ah lumayan buat hiburan di rumah, pikir Bu Bambang.
Saya beli ya pak . kata Bu Bambang.
Singkat cerita burung beo itu dibawa pulang ke rumah dan ditaruh di dalam sangkar yang kaitkan di plafon teras.
Siang itu beo pun mulai ngoceh,
Rumah baru, Germo baru!, ocehan pertama si beo di rumah barunya. Ibu Bambang yang mengamati sejak tadi hanya tersenyum.
Dasar! beo yang pernah tinggal di rumah bordil,pantes murah pikirnya.
Siang itu kedua putri Bu Bambang yang baru pulang dari kampus memasuki pagar. Mengetahui ada orang datang, beo pun ngoceh lagi :
Barang baru, barang baru,
Sempat terkaget-kaget, kedua putri bu Bambang pun tertawa cekikikan. Tawa mereka makin meriah setelah diberi tahu oleh ibunya bahwa beo itu dulunya pernah tinggal di rumah bordil.
Sore harinya Pak Bambang pulang dari kantor. Saat masuk ke dalam pagar rumah, burung beo pun ngoceh lagi. Namun kali ini agak berbeda dari ocehan sebelumnya. Ocehannya lebih sopan, bukan ocehan jorok tapi ocehan menyambut kedatangan Pak Bambang.
Pak Bambang asamu (akusayangkamu), ada Pak Bambang asamu (akusayangkamu), ada Pak Bambang asamu (akusayangkamu). . . . . . . . ocehan beo tiada henti sampai Pak Bambang terheran-heran memandangi si beo sambil terus masuk cepat ke dalam rumah.
Bu Bambang sedang jalan-jalan ke pasar burung Barito Jakarta selatan. Ketika melintas di sebuah kios, dilihatnya seekor burung beo di dalam sangkar dan diberi tulisan : Dijual Rp 75 ribu. Murah amat, pikir Bu Bambang yang saat itu jalan-jalan sendirian. Karena minat, Bu Bambang bertanya ke penjual yang tengah membersihkan sangkar-sangkar burung.
Pak burung beonya dijual? Harganya emang segitu? tanya Bu Bambang. Ya, bu dijual. Harganya emang segitu, jawab penjual.
Murah amat, emang kenapa? Beonya sakit?
Nggak bu, cuma burung ini pernah tinggal di rumah bordil (lokalisasi), jadi kalo ngoceh suka ngaco. Jorok-jorok gitu bu, jawab si penjual burung.
Ih lucu juga, dibeli aja ah lumayan buat hiburan di rumah, pikir Bu Bambang.
Saya beli ya pak . kata Bu Bambang.
Singkat cerita burung beo itu dibawa pulang ke rumah dan ditaruh di dalam sangkar yang kaitkan di plafon teras.
Siang itu beo pun mulai ngoceh,
Rumah baru, Germo baru!, ocehan pertama si beo di rumah barunya. Ibu Bambang yang mengamati sejak tadi hanya tersenyum.
Dasar! beo yang pernah tinggal di rumah bordil,pantes murah pikirnya.
Siang itu kedua putri Bu Bambang yang baru pulang dari kampus memasuki pagar. Mengetahui ada orang datang, beo pun ngoceh lagi :
Barang baru, barang baru,
Sempat terkaget-kaget, kedua putri bu Bambang pun tertawa cekikikan. Tawa mereka makin meriah setelah diberi tahu oleh ibunya bahwa beo itu dulunya pernah tinggal di rumah bordil.
Sore harinya Pak Bambang pulang dari kantor. Saat masuk ke dalam pagar rumah, burung beo pun ngoceh lagi. Namun kali ini agak berbeda dari ocehan sebelumnya. Ocehannya lebih sopan, bukan ocehan jorok tapi ocehan menyambut kedatangan Pak Bambang.
Pak Bambang asamu (akusayangkamu), ada Pak Bambang asamu (akusayangkamu), ada Pak Bambang asamu (akusayangkamu). . . . . . . . ocehan beo tiada henti sampai Pak Bambang terheran-heran memandangi si beo sambil terus masuk cepat ke dalam rumah.