PDA

View Full Version : [Diary] Risalah Iblis



IBLIS
23-08-2011, 10:11 PM
Penuhilah hatimu dengan dendam
Isilah dengan debu-debu tebal yang menghiasi sudut langit
Jadikan dia kelabu
Penuh bercak darah yang menghitam

Penuhilah nuranimu dengan kebencian
Rasa marah nafsu binatang yang membuncah
Jadikan dia gelap
Segelap tanah hitam busuk nan kelam

Penuhilah jiwamu dengan kedengkian
Rasa tidak puas diri
Hasrat untuk menjadi buas
Penuhilah takdir-nya

Makhluk buas sepatutnya bersikap buas
Jangan ingkari jangan abaikan
Takdir yang sudah dicap
Di atas keningmu, di dinding hatimu

Resapilah, nikmatilah
Rasa benci itu dengan penuh syukur
Tumbuhkanlah dan rawatlah
Anugerah istimewa itu untukmu

Tidakkah kau lelah menjadi munafik?

et dah
23-08-2011, 10:34 PM
iblis kok bikin puisi..
cupu ah iblisnya ::elaugh::

aya_muaya
23-08-2011, 10:40 PM
kumpulkan amarah
tanam bibit dendam, semai dan sirami..
Saatnya tiba, tancapkan pisau ke jantung
cabik dan robek dengan ganass
dengar rintihannya yang merdu
bak penyanyi solo dari kraton...

IBLIS
23-08-2011, 11:06 PM
iblis kok bikin puisi..
cupu ah iblisnya ::elaugh::

Ini bukan puisi.
Ini mantera yang sering kami baca di neraka pada hari-hari besar tertentu.
Harap anda pelajari lagi sejarah bangsa kami sebelum komen.

Saya jurnalis di neraka. Biarpun dibilang cupu, itu udah resiko pekerjaan.

IBLIS
23-08-2011, 11:11 PM
Hari ini aku bertandang ke neraka. Tempat semua ini berawal. Tempat yang teramat sangat kurindukan. Sekaligus tempat yang paling kubenci.

Ribuan pasang mata memandangiku saat aku menjejakkan kakiku di atas panggung kehormatan untuk menyambut makhluk seperti aku. Sesekali aku melirik, menatapi wajah-wajah yang sangat menyedihkan.

Hampa.

Seperti hendak memohon belas kasih. Dari makhluk seperti aku.

Aku?

Aku tidak punya belas kasih. Maaf saja.

Entah mengapa, aku merasa sangat menonjol di sini walaupun aku tidak bermaksud begitu. Aku adalah aku. Aku apa adanya. Aku memang tak punya rasa kasihan, tapi tidak pula ingin menyakiti siapapun. Dengan cara bagaimanapun juga.



Dua makhluk itu menghentikan langkahnya. Tepat di hadapanku, di bawah sebuah pohon rindang yang tumbuh di salah satu sudut neraka ini. Dulu aku sering bermain-main di bawah pohon ini bersama teman-temanku.

“Siapa kau?”

Salah satu dari mereka menegurku. Ada nuansa kesal dari nada bicaranya.

“Aku dulu tinggal di sini.”

“Aku tidak bertanya begitu.”

Aku diam. Mereka memang tidak mengenalku. Mungkin aku terlalu percaya diri untuk menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang lain—dengan harapan mereka bisa mengenaliku.



Kau tahu, ada rasa kesal dalam hati. Saat kau berharap lebih. Saat kau menganggap dirimu jauh lebih mulia, lebih agung, lebih dari makhluk lain—saat mereka tidak menghargaimu—dalam kasusku mereka tidak mengenaliku, ataupun setidaknya mengingat-ingat lebih jauh. Padahal surga pun berguncang saat namaku disebutkan.



“Mana tanda pengenalmu? Orang asing tidak boleh berkeliaran di sini.”

Nada bertanya yang mengesalkan ditambah sebuah istilah “orang asing”. Orang asing, katanya.

“Aku tidak punya tanda pengenal.”

“Kalau begitu, sebutkan namamu.”

“Iblis.” Sahutku lemah.

Tak ada perubahan. Hanya wajah-wajah datar yang kutemui. Dengan sedikit perubahan nuansa, menjadi lebih kesal dan penuh perendahan.

“PLAKKK!!!”

Salah satunya menamparku. Pedih. Dan kurasakan darah dalam jantungku mulai bergolak. Ada letupan-letupan kecil di permukaannya. Temannya berkata, “Kau harus membayar kami, kalau kau ingin selamat.”

“PLAKKK!!!”

Satu tamparan lagi.



Kau tahu apa arti kata terkutuk?

Terkutuk artinya tak ada masa depan. Tak ada harapan. Tak ada kesempatan. Terkutuk adalah sebuah label yang tidak adil. Saat semua isi semesta berbicara tentang kesempatan kedua. Yaitu, saat kita melakukan sebuah kesalahan, kita boleh menebusnya di masa depan.

Terkutuk?

Tak ada kesempatan kedua, tak ada jalan mundur. Hanya ada satu kepastian. Dan bagiku, itu sangat menyakitkan. Dimana keadilan bersemayam?



Saat aku menatap dua individu di hadapanku. Aku kembali mengulang-ulangi makna kata terkutuk itu. Meresapinya jauh di dalam hatiku. Apakah mereka berdua tahu arti kata itu?

Entahlah. Kurasa mereka takkan pernah tahu. Sudah terlambat kurasa. Karena saat aku mencabut kedua belatiku yang menancap di kening mereka, mungkin sudah terlanjur sulit untuk memahami kata itu.

Bersambung

Nharura
23-08-2011, 11:14 PM
iblis kok bikin puisi..
cupu ah iblisnya ::elaugh::

ngakak baca ni koment::hihi::::ngakak2::

IBLIS
23-08-2011, 11:15 PM
kumpulkan amarah
tanam bibit dendam, semai dan sirami..
Saatnya tiba, tancapkan pisau ke jantung
cabik dan robek dengan ganass
dengar rintihannya yang merdu
bak penyanyi solo dari kraton...

Apaan sih.

Mantera kamu kurang kompak. Tidak punya rima atau keselarasan makna tertentu. Belajar lagi sana.

IBLIS
23-08-2011, 11:18 PM
ngakak baca ni koment::hihi::::ngakak2::

Terima kasih udah datang ke sini. Tapi, mungkin kamu salah masuk thread. Ini bukan thread tertawa ngakak.

Peringatan :
Tidak dianjurkan memakai emoticon di sini.

aya_muaya
24-08-2011, 04:56 AM
Apaan sih.

Mantera kamu kurang kompak. Tidak punya rima atau keselarasan makna tertentu. Belajar lagi sana.

*mengasah golok, membabat iblis, membagi tubuh iblis jadi 666 bagian dengan gergaji listrik, membuang 666 bagian tubuhnya ke seluruh masjid dipenjuru dunia, terpanggang dalam dzikir para ulama....
*mencincang iblis, menjadikannya makanan parasit dan larva..
*membakar tubuh iblis, membuka tubugnya, mengeluarkan jeroannya dan mencacah tubuhnya...

IBLIS
24-08-2011, 05:57 AM
*mengasah golok, membabat iblis, membagi tubuh iblis jadi 666 bagian dengan gergaji listrik, membuang 666 bagian tubuhnya ke seluruh masjid dipenjuru dunia, terpanggang dalam dzikir para ulama....
*mencincang iblis, menjadikannya makanan parasit dan larva..
*membakar tubuh iblis, membuka tubugnya, mengeluarkan jeroannya dan mencacah tubuhnya...

Apaan nih?

Gak mempan kalee.

nerissa
18-09-2011, 01:09 PM
Golgota, kala kau tak disana!


Amis serapah
meleleh di bahu

aku tau,
aku tak harus percaya kata katamu,
Badan Tembus Cahaya!

namun amarah yang mengkristal
melubangi sela sela tulang
dari lambungku bernanah berbusa

Penjaga kubur batu tak cukup tangguh menahanku dengan cangkul dan palu
aku harus menemuimu!

sebab dendam kembalikan bentukku ke semula
telah di gagahi Aku, malam di puncak Golgota
Deras debu dan darah
mengejek lingkar cahaya diatas kepala!

sesaji dari tangisku tersaji
membakar lebih dari sekedar sakit hati

Iblis...Iblis :
kecup aku hingga darahku habis!

---
salam kenal ya!