PDA

View Full Version : Korban bencana seperti....



serendipity
01-02-2014, 11:36 PM
https://fbcdn-sphotos-f-a.akamaihd.net/hphotos-ak-frc3/t1/1620794_3813383149313_106862707_n.jpg

Ini adalah foto baju baju yang diberikan kepada pengungsi banjir kemaren.
Miris ya ngeliat orang yang udah niat memberi malah di buang hasil pemberiannya. :(
Ada juga cerita teman saya yg memberikan nasi bungkus (yang dia masak sendiri) di kasih 3 T. Tempe, tahu, telor. Lalu di buang gitu aja.
Kata para korban mereka maunya makan KFC, Hokben.. dan masakan enak lainnya
Bingung mau gimana lagi ngadepinnya.
Bukan berarti gak tulus, cuma setiap orang punya batas kemampuan buat memberikan apa yang mereka mampu.
Kenapa sih susah banget menerima pemberian orang di saat mereka juga lagi kesusahan?

Porcelain Doll
01-02-2014, 11:57 PM
ya ampun..keterlaluan amat
ga bersyukur :(

tuscany
02-02-2014, 12:43 AM
pengungsinya aji mumpung ::elaugh::
nggak usah bingung, rekam saja kelakuan para pengungsi itu terus disebarkan di media. kalo ada hard evidence mereka nggak bisa ngelak.

hokben KFC mah bukan makanan enak tapi makanan yang cukup mahal. yang enak itu nasi bungkus padang ::cabul::

eve
02-02-2014, 02:28 AM
Yah... Gitu deh... Makanya saya (maaf) agak gak simpati...

Saya jadi ingat sama simbah2 korban merapi dulu, saat ditanya, simbah butuhnya apa ama reporter, si simbah njawab "mboten butuh nopo2", gak butuh apa2, didoain sehat aja udah cukup...

Subhanallah...

etca
02-02-2014, 03:20 AM
Seren, emang korbannya dari dae mana tuh?
kok sok begaya gitu ::grrr::

Ronggolawe
02-02-2014, 08:22 AM
Di Jakarta ini yang overprice itu Perumahan Layak,
tanah yang NJOP nya 1jt, tapi harga pasarnya su
dah 5jt. Ada tanah kosong 30x30 meter, langsung
dipegang spekulan atau makelar, sehingga harga
nya melonjak tinggi.

Orang-orang di bantaran kali, tinggal di sana, ka
rena cuma tanah-tanah tersebut makan sehari-ha
rinya jangan di tanya, kalau cuma makan KFC dan
Hokben mereka sudah biasa kok :)



Saya jadi ingat sama simbah2 korban merapi dulu, saat ditanya, simbah butuhnya apa ama reporter, si simbah njawab "mboten butuh nopo2", gak butuh apa2, didoain sehat aja udah cukup...
nah itu sudah jelas...
terkadang kitanya yang terlalu lebay dalam bersim
pati :)
===

Contoh kasus Bencana Gunung Sinabung, yang su
dah berlangsung 5bulan, mestinya saat ini pemerin
tah sudah melakukan relokasi (paksa?) karena su
dah tidak mungkin menghuni tempat tinggal asal me
reka dalam 10thn ke depan... tanahnya juga sudah
rusak, dan perlu proses pembusukan secara alami.

noodles maniac
02-02-2014, 10:36 AM
Oke dehhhh Sympathy is Dead! :iamdead:

serendipity
02-02-2014, 12:03 PM
pengungsinya aji mumpung ::elaugh::
nggak usah bingung, rekam saja kelakuan para pengungsi itu terus disebarkan di media. kalo ada hard evidence mereka nggak bisa ngelak.

hokben KFC mah bukan makanan enak tapi makanan yang cukup mahal. yang enak itu nasi bungkus padang ::cabul::

Kemaren udah masuk media berita ini. Udah sampe di wawancara langsung ke korban ;))
Cuma bingungnya disini maksudku mau ngasih apaan ke korban bencana kalo baju dibuang, nasi bungkus dibuang.
Apa kasih kfc ajah? Hahaha :))

eve
02-02-2014, 02:02 PM
Imo, khusus korban banjir jakarta, kalau mereka mau pake baju seadanya dan makan seadanya, mereka gak bakal ke jakarta sampai dibela2in kena langganan banjir tiap tahun. Cuma opini saya.

Jadi kalau kita belum sanggup bantuin dengan beliin mereka kfc ya mendingan kita alihkan bantuan kita ke tempat lain.

Oiya, manado juga tempatnya pakaian bagus, jadi mending bantuin selain baju.

serendipity
02-02-2014, 09:54 PM
.. gak maksud buat apa-apa ya
tapi setelah ta inget inget lagi, emang tergantung siapa yg di bantu juga
Pernah saya sama temen2... masak buat anak panti asuhan, nyanyi dan ngajarin mereka..
pas masak jujur aja temen saya lupa ngasih garam ;D
tapi untungnya anak-anak itu mau menghargai dan makan masakan kami ^_^
jadi mungkin mengikuti kebiasaan kami dulu dulu... ngasih makanan mentah aja

tuscany
02-02-2014, 10:29 PM
bukan makanan mentah, kaka seren. tapi mentahnya sahadja.

serendipity
02-02-2014, 10:32 PM
mentahnya sahadja... jangan cerita2 kak... entar dibilang jumawah :)

serendipity
05-02-2014, 10:34 AM
Upaya penanggulangan banjir di DKI Jakarta tiap tahun dilakukan pemerintah. Atas nama proyek dan program, tidak terhitung berapa dana publik yang mengalir ke titik-titik banjir. Namun, banjir tetap melanda setiap musim hujan. Area banjir menjadi pusat perputaran uang yang menguntungkan banyak pihak. Ironis dan miris....

Saat jumpa pers terkait bencana dan penanganan banjir Jakarta, Senin (13/1), di Kementerian Pekerjaan Umum, ada informasi yang menenangkan sekaligus memicu pertanyaan. ”BNPB menyediakan Rp 50 miliar untuk membantu penanggulangan bencana banjir Jakarta. Kalau masih kurang, akan disediakan dana lagi,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif, kala itu.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Bambang Musyawardana menambahkan, DKI menyediakan Rp 50 juta-Rp 150 juta per kelurahan untuk dana taktis penanggulangan bencana.

Begitu banyak uang yang tersedia, tetapi dalam kenyataannya jumlah itu tetap tidak mencukupi. Di Kelurahan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, selama tiga pekan terakhir kebanjiran, setidaknya 3.000 jiwa penduduknya terdampak bencana. Jika setiap orang membutuhkan Rp 10.000 untuk sekali makan, berarti dalam sehari membutuhkan Rp 30.000 atau Rp 630.000 untuk tiga pekan.

”Itu baru makan. Kami juga butuh baju dan peralatan sekolah karena punya anak-anak sudah rusak kena banjir, perabot juga banyak yang rusak,” kata Sukardi, warga setempat.

Dengan tingginya kerugian yang dihadapi setiap korban banjir, bisa jadi dana taktis di tingkat kelurahan ludes dalam dua-tiga hari saja. Belum lagi ketika BNPB memutuskan melakukan rekayasa cuaca bersama BPPT untuk mengendalikan curah hujan di Jakarta. ”Rp 20 miliar disiapkan untuk rekayasa cuaca,” ujar Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Perputaran uang di kawasan banjir tak hanya itu. Cobalah lihat dari dekat kawasan banjir di Pengadegan ataupun Rawajati di Pancoran juga di Bukit Duri, Tebet. Uang jutaan hingga puluhan juta terus mengalir ke sana setiap hari.

”Akhirnya datang juga, sudah ditunggu dari tadi. Tadi masih ada warga yang belum dapat jatah makan siang,” kata Wisnu, relawan di Rawajati, Sabtu (25/1), sembari menyongsong kedatangan sebuah mobil yang membawa bantuan nasi kotak.

Bantuan yang datang dari para dermawan itu jelas berbeda pembiayaan dengan program yang dijalankan BNPB ataupun BPBD. Selama masa banjir seperti ini biasanya sesama warga yang tidak menjadi korban banjir dan memiliki kelebihan dana atau barang berlomba-lomba membantu yang kesusahan. Tak terbilang banyaknya LSM, termasuk kader partai politik, serta perusahaan-perusahaan yang turun tangan. Di salah satu stasiun televisi swasta, dalam running text-nya diumumkan bahwa dana kemanusiaan dari para pemirsa untuk korban banjir Jakarta dan sekitarnya hingga Kamis (30/1) menembus Rp 4 miliar.

Kisah miris

Di tengah membanjirnya bantuan bagi korban banjir, terselip kisah-kisah miris, bahkan yang membuat marah. ”Saya dan tetangga tahun lalu sengaja mengumpulkan uang untuk membeli bahan-bahan makanan bagi korban banjir di sekitar tempat tinggal kami. Namun, mereka menolak dan meminta makanan jadi saja biar praktis,” kata Sartono, warga Cipinang, Jakarta Timur.

Warga di lingkungan tempat tinggal Sartono pun kemudian membuat dapur umum dadakan dan memasak semua bahan kemudian diwadahi dalam kotak-kotak yang bersih dan rapi. ”Namun, kami terkejut. Ketika kami datang bawa nasi kotak, korban banjir tanya lauknya apa. Mereka terlihat tidak berkenan dengan lauk-pauk dan nasi dari kami. Sumbangan kami tidak disentuh,” tuturnya.

Sartono dan para tetangganya hanya bisa terdiam walau marah luar biasa. Meski sederhana, Sartono menjamin nasi serta lauk dari mereka terjamin rasa dan kualitas gizinya.

Ratih, warga Sentul, Bogor, yang kebetulan berada di sekitar Cawang, Jakarta Timur, akhir pekan lalu terbengong-bengong menyaksikan beberapa korban banjir membuang nasi dan lauk-pauk yang diambilnya dari dapur umum di posko dinas sosial di kawasan itu. ”Dia ambil terus dimakan sedikit, lalu dibuang juga di dekat posko itu semuanya. Gila, sudah tidak dimakan, buang sembarangan. Makanan yang dibuang menumpuk, lho. Berarti banyak yang perilakunya seperti itu. Nanti yang membersihkan relawan di situ juga. Parah banget,” ungkapnya.

Pasokan baju pantas pakai untuk korban banjir menemui nasib sama. Terkadang, karena dianggap jelek, pakaian bekas itu pun hanya teronggok menggunung selama berhari-hari tanpa ada yang menyentuh.

Seorang warga di Bukit Duri, awal pekan lalu, mengatakan, setelah berhari-hari rumahnya kebanjiran dan hidup di pengungsian, ia tentu bosan dengan mi instan, telur, nasi bungkus, dan pakaian yang buruk.

Banjir di Jakarta selama ini terkait erat dengan persoalan itu-itu saja. Yang paling mengundang masalah tentu saja okupasi di bantaran, bahkan badan, sungai. Tidak heran, ketika debit air sungai naik saat hujan, pelanggar hak sungai itu menerima getah perbuatannya. Di Jakarta, masalah ini menjadi masalah mahabesar karena okupasi bantaran kali terjadi di 13 sungai besar. Belum lagi jika dihitung warga yang mengokupasi tepi anak-anak sungai yang jumlahnya puluhan. Angka itu membengkak jika melihat mereka yang mendirikan tempat tinggal di atas saluran kecil hingga besar dan di lahan situ atau rawa ataupun waduk.

”Ibaratnya, semua tempat dan jalan air di Jakarta dan sekitarnya tidak ada yang steril dari tindak perampasan oleh manusia. Ini dibiarkan terus terjadi selama puluhan tahun, padahal setiap orang tahu bahwa air akan mencari jalannya saat ia membutuhkan. Sederet aturan terkait pelestarian sungai dan penataan permukiman pun sebenarnya sudah ada,” papar ahli lingkungan dari Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono.

Di setiap tempat terjadinya penjarahan hak sungai, ekonomi terus berputar. Taufiq Des dari Komunitas Ciliwung Depok mengatakan, ia dan keluarganya dulu tinggal di kompleks perumahan di Otista, Jakarta Timur, di atas Ciliwung.

”Perumahan kami tidak pernah banjir meski dekat dengan kali. Namun, ada beberapa pekerja, seperti pembantu rumah tangga atau tukang kebun yang biasa kerja di perumahan, membuat hunian dekat kali. Waktu saya kecil, tahun 1960-an hingga 1970-an, rumah-rumah pekerja informal ini paling bisa dihitung dengan jari. Kalau air sungai naik saat hujan, mereka mengungsi ke lapangan tenis di perumahan kami,” kenang Taufiq yang kini menetap di Depok.
http://assets.kompas.com/data/photo/2014/01/18/174111220140118-165901780x390.jpg

Tahun berlalu, rumah-rumah pekerja semakin banyak, bahkan sampai di bibir sungai. ”Sepertinya mereka ajak saudara dan tetangga-tetangga dari kampung untuk tinggal di sana. Pekerjaannya rata-rata masih informal, termasuk office boy di kantor-kantor, tukang ojek, tukang cuci, dan banyak lainnya. Jadinya sekarang yang kebanjiran makin banyak,” kata pensiunan wartawan televisi itu.

Tempat tinggal yang sebelumnya bersifat nonpermanen itu lama-lama berkembang menjadi permukiman padat yang masif.

Samsuri (58) mengatakan, ia datang ke Jakarta dan menetap di tepi Sungai Pesanggrahan tahun 1975. Awalnya, ia warga yang tidak memiliki KTP, apalagi KK, listrik pun mencuri sambungan dari perumahan resmi di kawasan yang kini masuk wilayah Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Dari sekadar rumah berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah tanpa sertifikat, Samsuri kini memiliki tanah seluas 100 meter persegi lebih dengan rumah tembok cukup luas di atasnya.

Setiap bulan, Samsuri membayar sedikitnya Rp 250.000 untuk tagihan listrik. Sementara Pajak Bumi dan Bangunan hanya Rp 53.000 per tahun. Iuran bulanan Rp 18.000 untuk keperluan pengangkutan sampah dan keamanan kampung pun selalu dipenuhinya.

Pesanggrahan kini tengah dalam proses normalisasi. Sebagian badan sungai telah diperlebar dan diturap. Orang-orang seperti Samsuri didata sebagai warga yang harus digusur demi normalisasi. Berbekal surat-surat yang menandakan sebagai pemilik tanah ataupun warga asli daerah itu, mereka berhak mendapatkan kompensasi memadai.

Sosiolog Robertus Robert mengatakan, solusinya adalah ketegasan serta kebijaksanaan seorang pemimpin.

sumber http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/03/0906385/Kisah.Miris.Pengungsi.Banjir.Tolak.Nasi.Bungkus.da n.Mi.Instan

Alethia
05-02-2014, 11:14 AM
orang di jakarta mah rumahnya banyak yang kumuh, tp teteuplah selera mah tinggi, aku aja kaget, kostannya maaf nih, kumuh, tapi begitu keluar kostan pagi2..wow..bajunya mentereng2. jadi kalau someday mereka kebanjiran, mending dikasih vocer spa, vocer belanja, sama vocer makan di sushi tei.

Silvercheeks
05-02-2014, 12:16 PM
harusnya mereka hanyut aja diseret banjir.

mungkin banjirnya kurang gede, coba kalo segede tsunami, itung2 ngurangi populasi, ngurangi pembuang sampah ngawur, ngurangi... yah byk profitnya lah.

Ronggolawe
05-02-2014, 02:06 PM
seperti gw bilang, ngga usah terlalu lebay...
di relokasi saja agar banjir mendatang ngga lagi
jadi korban :)

surjadi05
05-02-2014, 02:58 PM
orang di jakarta mah rumahnya banyak yang kumuh, tp teteuplah selera mah tinggi, aku aja kaget, kostannya maaf nih, kumuh, tapi begitu keluar kostan pagi2..wow..bajunya mentereng2. jadi kalau someday mereka kebanjiran, mending dikasih vocer spa, vocer belanja, sama vocer makan di sushi tei.


harusnya mereka hanyut aja diseret banjir.

mungkin banjirnya kurang gede, coba kalo segede tsunami, itung2 ngurangi populasi, ngurangi pembuang sampah ngawur, ngurangi... yah byk profitnya lah.

::ngakak2::::ngakak2:: good points

itsreza
05-02-2014, 04:52 PM
Pernah baca artikel, sewa tanah petak pinggiran kali itu cukup mahal.
Warga lokal yang buat jasa sewa rumah bedeng sampai puluhan rumah.
Penghasilannya sekitar 20jt-an per bulan, semua bangunan didirikan
tanpa kepemilikan tanah dan izin membangun. Ga mungkin juga dapat
izin karena bantaran sungai milik negara dan tidak boleh dibangun.
Dengan penghasilan per bulan seperti itu, sebagian pasti terbiasa hidup
dengan standar warga kelas menengah :)

Alethia
05-02-2014, 05:01 PM
dan yang bikin heeuh banget tuh, tempat makan di jkt yang bolehlah makanannya menengah, dgn bangku yang bagus, menu yang lumayan, tapi donk..di depannya tempat sampahnya, air bekas masaknya, terus selokan di pinggir restaurantnya, tikus yang kadang muncul dan dianggap biasa
aku ngeliatnya udah ga selera makan..tapi orang2 sepertinya sdh terbiasa dgn situasi kek gitu.

noodles maniac
05-02-2014, 08:25 PM
Mungkin ini sebabnya orang-orang Jakarta diazab oleh Allah Subhana Wata'ala.

Orangnya kucel bin kere tapi sombong dan gaya hidupnya parlente. Indon. LOL *ishaputra MODE ON :ngopi:

Ronggolawe
05-02-2014, 08:39 PM
alhamdulillah rumah gw ngga kebanjiran, tapi jalur
perjalanan gw berkali-kali kena banjir, dan gw ter
siksa azab kemacetan dan kehujanan, apa gw som
bong? atau gaya hidup gw parlente?

pada lebay ah :) :)

noodles maniac
05-02-2014, 09:21 PM
Hihihi mikir positif aja bro, pada gak mo nerima nasi kotak soalnya peluang basinya gede kan? mungkin ini udah pengalaman bertahun-tahun jadi korban banjir? trus soal pakaian bekas gak dipake? ini juga terjadi kok di lingkungan rumah gw. Perbedaan persepsi aja tentang layak pakai dan gak layak pakai. Who knows... wallahu alam... [meditasi]

Bagi yang mo ngebantu itu yang jelas udah ada niat dan ikhtiar ngebantu itu udah poin plus dan reward from the God kok, bagi yang diberikan bantuan tapi reaksinya seperti itu ya udahlah ya..mungkin emang ada pertimbangan dan alasan yang kita gak tau :ngopi:

itsreza
05-02-2014, 09:50 PM
ini lagi bahas isu lingkungan dan perilaku manusia, kok jadi bahas siksa Tuhan ::ungg::

Alethia
05-02-2014, 10:48 PM
Orang gw pernah ngasi gopek ke pengamen aja dibalikin.
Terus jadinya pas ada pengamen lg, aku kasi rokok aja.
Baru diambil

serendipity
06-02-2014, 08:34 AM
Sebenernya persepsi bagus apa enggak pakaian yang di sumbangin, tergantung kondisi pakaian kan. Bukan mau atau enggak / sesuai selera apa enggak.
Soalnya temen yg fotoin baju2 itu, sampai pegang baju itu dan di liat semua warna pakaiannya masih bagus.
Makanan juga sesuai dengan gizi, kalo yang nasi bungkus itu.
Well... akhirnya keputusan memberikan sumbangan apa emang terserah yang ngasih. Melihat keadaan seperti ini, beras, gula, dan minyak goreng jadi pilihan tepat dan memang kepakai apa yang diberikan

noodles maniac
09-02-2014, 01:22 AM
Kalo gw pribadi untuk urusan donasi berupa uang/transfer bank gw percayakan kepada organisasi nirlaba yang emang spesialis di dalam menangani korban-korban bencana macem ini. Gw rasa mereka yang udah berpengalaman lebih tau apa kebutuhan dari para korban. Jadi gw bisa ikhlas dan gak ngeluh ato malah maki-maki ketika baca berita macem begini :)

Alethia
09-02-2014, 09:53 AM
Beras jg ntr milih, ga mau beras kualitas rendah. Harus pandan wangi yg pulen
Minimal rojo lele. Minyak grg jg kalo yg curah ditolak
Maunya minyak grg 2xtpenyaringan, bebas kolesterol jahat.

Nah lo

---------- Post Merged at 08:53 AM ----------

Melihat keadaan seperti ini, vocer spa, menginap 2malam di htl btg 3 (minimal) dan vocer makan sepuasnya di sushi tei atau minimal hanamasa menjadi pilihan yg tepat.

Hehehe

serendipity
10-02-2014, 10:16 AM
Ale ale... Minta di ciyum deh.%kis

silverjade
22-02-2014, 01:09 PM
Kalau ngasi bantuan banjir emang harus tau lapangan bener
Yang kejadian kayak gitu biasanya orang yang (Alhamdulillah) punya niat baik, sayangnya kurang paham di lapangan
Soalnya gw ama temen2 beberapa kali ngasi bantuan banjir beberapa tahun ini, daerah yang kita kasi Alhamdulillah selalu nerima dengan baik
Yang kita kasi bukan duit/makanan/bahan makanan, tapi baju, obat, dan perlengkapan seperti pembalut wanita, selimut dan popok bayi
Alhamdulillah dipakai dan berguna :)
Harus tau daerahnya sih kl gt memang