cherryerichan
27-08-2013, 08:40 PM
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Pacaran-di-flyover.jpg
---------- Post Merged at 07:40 PM ----------
"Flyover Cinta" di Jakarta
Nongkrong di Flyover Berpotensi
Seks Bebas
Hardani Triyoga,Idham Khalid - detikNews
Hampir tiap malam terlebih malam Minggu,
flyover ini menjadi tempat pasangan muda-mudi
melihat lampu Jakarta murah meriah.
Jakarta - Fenomena maraknya penggunaan
flyover sebagai tempat nongkrong, pacaran dan
berdagang tentu akan menimbulkan dampak
negatif. Apabila dibiarkan, hal ini berpotensi
menimbulkan gesekan kecil yang menimbulkan
kekerasan hingga terjerumus pergaulan bebas.
"Dari segi usia dan pikiran, mereka yang belum
menikah, masih muda cenderung berani
mengungkapkan adegan ciuman atau nongkrong
di tempat (flyover) seperti itu karena dianggap
tidak ada masalah," kata pengamat sosial dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syarif
Hidayat kepada detikcom Senin (26/8) kemarin.
Menurut dia telah terjadi kesalahan persepsi dan
kelonggaran ketertiban yang menempatkan flyover
sebagai tempat pacaran. Hal ini jelas melanggar
etika dan menggangu kepentingan umum.
Sehingga harus ada efek jera. Seperti patroli
polisi atau patroli Satpol PP dadakan.
“Jangan hanya bulan Ramadan saja, tapi hari-
hari biasa juga," kata Syarif. Selain longgarnya
peraturan, fenomena ini juga dipicu pasangan
muda yang cenderung ikut-ikutan melihat
pasangan lain. Ada juga remaja yang usia labil
juga ikut nongkrong dengan teman-temannya.
Syarif mengatakan, timbal balik dari ramainya
penempatan flyover ini membuat pelaku usaha
minuman, makanan kecil berani berjualan.
Apalagi saat bulan Ramadan, bukannya
berkurang angka pasangan muda mudi dan
penjual ini malah bertambah.
Ia pun menyebut harus ada tindakan konkret
seperti upaya patroli rutin dari Satpol PP dan
kepolisian. "Lakukan inspeksi mendadak patroli
dua hari sekali. Atau tempatkan petugas Satpol
PP yang piket untuk patroli di flyover,” kata
Syarif.
Sejumlah remaja yang ditemui detikcom
mengakui sering nongkrong di flyover karena
lokasinya jauh dari warga. Di atas flyover mereka
bisa dengan leluasa berteriak tanpa orang yang
menegur.
Bahkan tak jarang mereka menggunakan flyover
untuk menikmati minuman keras jenis anggur
putih dan anggur merah. Biasanya memasukkan
minuman beralkohol itu ke dalam botol air
mineral kemudian membungkusnya dengan
plastik hitam.
"Di sini (flyover) kalau 'ngakak' keras - keras kan
gak ada yang marah," kata Toni, salah satu
remaja yang ditemui detikcom di flyover Kalibata,
Jakarta Selatan, Sabtu (24/8) lalu.
Penyalahgunaan flyover sebagai tempat
nongkrong, pacaran ataupun berjualan tentu ada
sebabnya. Salah satunya menurut pengamat
perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat
Supriatna hal itu dipicu terbatasnya ruang
terbuka di Jakarta.
"Anak-anak muda kehilangan ruang beraktivitas,
jadi yang dipergunakan adalah mau tidak mau ya
tempat-tempat 'kongkow' seperti jembatan," kata
Yayat kepada detikcom, Selasa (26/8).
Fenomena menjadikan flyover menjadi tempat
nongkrong tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di
berbagai daerah seperti Bogor, Bekasi, dan
Tangerang juga terjadi hal yang sama. Pemicunya
sama, yakni jumlah penduduk yang semakin
padat.
---------- Post Merged at 07:40 PM ----------
"Flyover Cinta" di Jakarta
Nongkrong di Flyover Berpotensi
Seks Bebas
Hardani Triyoga,Idham Khalid - detikNews
Hampir tiap malam terlebih malam Minggu,
flyover ini menjadi tempat pasangan muda-mudi
melihat lampu Jakarta murah meriah.
Jakarta - Fenomena maraknya penggunaan
flyover sebagai tempat nongkrong, pacaran dan
berdagang tentu akan menimbulkan dampak
negatif. Apabila dibiarkan, hal ini berpotensi
menimbulkan gesekan kecil yang menimbulkan
kekerasan hingga terjerumus pergaulan bebas.
"Dari segi usia dan pikiran, mereka yang belum
menikah, masih muda cenderung berani
mengungkapkan adegan ciuman atau nongkrong
di tempat (flyover) seperti itu karena dianggap
tidak ada masalah," kata pengamat sosial dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syarif
Hidayat kepada detikcom Senin (26/8) kemarin.
Menurut dia telah terjadi kesalahan persepsi dan
kelonggaran ketertiban yang menempatkan flyover
sebagai tempat pacaran. Hal ini jelas melanggar
etika dan menggangu kepentingan umum.
Sehingga harus ada efek jera. Seperti patroli
polisi atau patroli Satpol PP dadakan.
“Jangan hanya bulan Ramadan saja, tapi hari-
hari biasa juga," kata Syarif. Selain longgarnya
peraturan, fenomena ini juga dipicu pasangan
muda yang cenderung ikut-ikutan melihat
pasangan lain. Ada juga remaja yang usia labil
juga ikut nongkrong dengan teman-temannya.
Syarif mengatakan, timbal balik dari ramainya
penempatan flyover ini membuat pelaku usaha
minuman, makanan kecil berani berjualan.
Apalagi saat bulan Ramadan, bukannya
berkurang angka pasangan muda mudi dan
penjual ini malah bertambah.
Ia pun menyebut harus ada tindakan konkret
seperti upaya patroli rutin dari Satpol PP dan
kepolisian. "Lakukan inspeksi mendadak patroli
dua hari sekali. Atau tempatkan petugas Satpol
PP yang piket untuk patroli di flyover,” kata
Syarif.
Sejumlah remaja yang ditemui detikcom
mengakui sering nongkrong di flyover karena
lokasinya jauh dari warga. Di atas flyover mereka
bisa dengan leluasa berteriak tanpa orang yang
menegur.
Bahkan tak jarang mereka menggunakan flyover
untuk menikmati minuman keras jenis anggur
putih dan anggur merah. Biasanya memasukkan
minuman beralkohol itu ke dalam botol air
mineral kemudian membungkusnya dengan
plastik hitam.
"Di sini (flyover) kalau 'ngakak' keras - keras kan
gak ada yang marah," kata Toni, salah satu
remaja yang ditemui detikcom di flyover Kalibata,
Jakarta Selatan, Sabtu (24/8) lalu.
Penyalahgunaan flyover sebagai tempat
nongkrong, pacaran ataupun berjualan tentu ada
sebabnya. Salah satunya menurut pengamat
perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat
Supriatna hal itu dipicu terbatasnya ruang
terbuka di Jakarta.
"Anak-anak muda kehilangan ruang beraktivitas,
jadi yang dipergunakan adalah mau tidak mau ya
tempat-tempat 'kongkow' seperti jembatan," kata
Yayat kepada detikcom, Selasa (26/8).
Fenomena menjadikan flyover menjadi tempat
nongkrong tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di
berbagai daerah seperti Bogor, Bekasi, dan
Tangerang juga terjadi hal yang sama. Pemicunya
sama, yakni jumlah penduduk yang semakin
padat.