PDA

View Full Version : Ibu Pertiwi



RAP
13-05-2013, 01:30 PM
Pas baca thread lily "...life is so unfair" kok aku jadi keinget isi lagu Ibu Pertiwi.
Trus googling nyari liriknya... ternyata ada dua bait.

::doh:: dan aku baru tau setelah tua begini????

Lirik lagu ini adalah sebagai berikut:


IBU PERTIWI


Bait Pertama:

Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang
Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang susah
Merintih dan berdoa

Bait Kedua:

Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu
Menggembirakan ibu
Ibu kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa

Kalau dipikir kondisi kita sekarang lagi di bait pertama.
Kapan ya di bait kedua... kali2 dgn rajin nyanyi bait kedua ini lily bakal buat thread "...life is so fair"

Tapi mungkin agak susah ya masalahnya lagu ini sdh jarang dinyanyiin (anakku aja ngak tau).::arg!::::arg!::

Jadi penasaran.... Nih lagu agak misterius karena ngak tau siapa pengarangnya, tapi dapat menjelaskan dengan tepat kondisi bangsa kita saat ini, padahal sdh dikenal antara tahun 1950 - 1960.
Ada yg punya info? Mohon petunjuknya ya::maap::::maap::::maap::

jojox
13-05-2013, 02:47 PM
kyaknya, kemaren Mother's day ya? somewhere? ...

aya_muaya
08-06-2013, 10:21 PM
Kalau kata wikipedia, lagu ini malah mirip ama himne kristen what a friend we have in Jesus, bla bla bla...

Tapi sering diakukan lagunya ismail marzuki...

Wallahu alam...

cherryerichan
08-06-2013, 11:00 PM
Iman Dwi Hartanto, penyiar Radio Suara
Surabaya [SSFM], yang sangat dikenal warga
Surabaya dan sekitarnya. Ini karena SSFM
banyak didengar, sering menjadi rujukan
informasi lalulintas, dan berita-berita mutakhir
alias breaking news.
Setiap Jumat malam, Iman memandu
'Memorabilia', program lagu-lagu kenangan.
Ada lagu Indonesia, Barat, jenisnya macam-
macam. Ada lagu 1950-an, 1960-an, 1970-an.
Penyanyinya macam-macam. Iman cakap bikin
kategorisasi, ini didukung koleksi SSFM yang
cukup, sehingga sajian 'Memorabilia' selalu
menarik. Apalagi, kalau Ibu Tutik [lansia]
gabung melalui telepon, wuih... ramai nian.
Ada lagi yang menarik, sekaligus menjadi
penanda berakhirnya 'Memorabilia'. Apa itu?
Iman Dwi Hartanto selalu memutar nomor
instrumental Kulihat Ibu Pertiwi. Anak-anak
sekolah dasar dan lanjutan di Indonesia,
khususnya Jawa, tahu benar syair dan melodi
nyanyian ini.
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Suatu ketika ada pendengar bertanya, Kulihat
Ibu Pertiwi itu ciptaan siapa? Kok enak sekali?
Iman, saya tahu, berusaha menjawab dengan
hati-hati. Sebab, bagaimanapun juga SARA
[suku, agama, ras, antargolongan] sangat peka
di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Salah
jawab bisa gawat, Bung.
Tapi Pak Markus Sajogo dalam sebuah
percakapan dengan saya mengatakan, lagu
Kulihat Ibu Pertiwi jelas-jelas lagu rohani
kristiani atawa gospel song. Saya pun diminta
mengecek KIDUNG JEMAAT, buku nyanyian
umat Kristen Protestan di Indonesia. Karena
itu, Pak Markus, pengacara dan tokoh
masyarakat Surabaya, heran kok bisa lagu
gospel direkayasa menjadi Kulihat Ibu Pertiwi.
Saya pun cek KIDUNG JEMAAT. Benar! Lagu itu
bertajuk Yesus Kawan yang Sejati, KIDUNG
JEMAAT Nomor 453.
Lagu tiga bait itu ditulis Charles Crozart
Converse, 1868, komposer asal Amerika Serikat,
1832-1918. Syair asli 'What a friend we have in
Jesus', ditulis oleh Joseph Medlicott Scriven,
1855. Yayasan Musik Gereja [Yamuger]
kemudian menerjemahkannya dalam bahasa
Indonesia pada 1975, dan kemudian menjadi
lagu rohani kristen di Indonesia.
Aransemen paduan suara [kor] standar diambil
dari Hymns of the Christian Life, 1936. Lagu ini
pendek, hanya 16 bar, 4/4, moderato [MM 80],
F = do. Tata suara sederhana saja sehingga
sangat mudah dinyanyikan. Dalam dunia
paduan suara, masuk kategori A: sangat
mudah, tidak perlu latihan lama-lama. Anak-
anak sekolah dasar pun bisa.
Lalu, bagaimana pula dengan lagu Kulihat Ibu
Pertiwi yang sangat terkenal di Indonesia itu?
Siapa yang menulis syair dan musiknya? Saya
sudah memeriksa beberapa buku kumpulan
lagu nasional, termasuk terbitan Musika,
Jakarta. [Buku-buku nyanyian penerbit ini
terbilang sangat bermutu dan laku keras.]
Ada memang Kulihat Ibu Pertiwi. Tapi tidak ada
informasi apa pun tentang nama penulis lagu
dan lirik. Hanya ditulis N.N. = no name atawa
anonim. Jangan heran, orang Indonesia
[umumnya] tidak pernah tahu asal-muasal lagu
tersebut. Dan memang sejak dulu orang
Indonesia kurang memperhatikan 'hak cipta',
tak begitu gubris nama pengarang lagu. Praktik
bajak-membajak, jiplak-menjiplak, malah
menjadi 'tradisi' di industri musik rekaman
Indonesia.
Berdasar data-data di KIDUNG JEMAAT, juga
beberapa buku nyanyian gerejawi lainnya
[terbitan Indonesia dan luar Indonesia], saya
akhirnya menyimpulkan bahwa lagu Kulihat
Ibu Pertiwi itu IDENTIK dengan What a Friend
We Have in Jesus karya Charles Crozart
Converse asal Amerika Serikat pada 1868.
Melodinya 100 persen sama.
Saya menduga, melodi khas nyanyian gerejawi
internasional itu kemudian diadopsi oleh
seorang komposer atau guru musik atau siapa
saja yang punya hubungan dengan pendidikan
musik di sekolah dasar atau sekolah menengah
di Indonesia. Besar kemungkinan orang itu
beragama Kristen, atau setidaknya akrab
dengan melodi karya Charles Crozat Converse.
Mungkin, karena terkesan dengan melodi nan
indah, ia memasukkan kata-kata baru bertema
kepedihan Ibu Pertiwi [alam Indonesia],
dibukukan, diajarkan kepada anak-anak
sekolah. Maka, orang Indonesia pun terbiasa
dengan 'lagu nasional' Kulihat Ibu Pertiwi.
Beberapa tahun lalu, Pak Markus Sajogo pernah
mencoba mengusut siapa gerangan penulis lirik
Kulihat Ibu Pertiwi, yang meminjam melodi
karya Converse, 1868. Tapi hasilnya belum
jelas.
Sekali lagi, saya menduga-duga, orang yang
kreatif itu niscaya komposer berlatar belakang
Kristen Protestan karena buku-buku nyanyian
Katolik [resmi] yang pernah beredar di
Indonesia [ Jubilate, Kantar Serani, Syukur
Kepada Bapa, Madah Bakti, Kidung Adi,
Exultate, Kidung Syukur, Puji Syukur , dan
beberapa lagi] tak pernah memuatnya.
Sebaliknya, hampir semua buku nyanyian
Protestan memuatnya.
Sebagai catatan, lagu-lagu nasional atau lagu
wajib atau apa pun namanya mengikuti pola
strofik di kidung-kidung kristiani yang
diwariskan misionaris Barat, entah itu Jerman,
Belanda, Amerika Serikat, Swiss. Ini bisa
dipahami karena pengarang lagu-lagu nasional
kita banyak yang beragama nasrani, khususnya
Protestan dari gereja-gereja arus utama.
Sebut saja Liberti Manik, Binsar Sitompul,
Cornel Simanjuntak, Subronto Kusumo Atmojo,
F.X. Sutopo, Frans Haryadi, N. Simanungkalit,
dan seabrek nama terkenal lainnya. Mereka ini
berlatar belakang sekolah musik gerejawi,
setidaknya berguru pada pemusik-pemusik
klasik Barat. Dirasa Indonesia membutuhkan
banyak lagu-lagu nasional, maka jalan
termudah, ya, mengikuti pola nyanyian strofik
gereja yang sudah ada.
Bagi saya, 'pinjam-meminjam melodi' sudah
lazim dalam dunia musik. Bukankah lagu-lagu
gerejawi, khususnya pasca-Reformasi Martin
Luther, menggunakan melodi lagu-lagu rakyat
di Eropa? Setelah diberi syair baru, syair
kristiani, jadilah lagu gerejawi, puji-pujian
kepada Tuhan.
Jangan lupa, Misa Dolo-Dolo yang sangat
tekenal di Gereja Katolik Indonesia
menggunakan melodi lagu rakyat Lamaholot di
kampung saya, Flores Timur. Oleh Pak Mateus
Wari Weruin, komponis musik liturgi, bahan
dasar dari kampung ini diolah menjadi
ordinarium misa bernuansa Flores Timur. Pola
macam ini pun masih dilakukan Pusat Musik
Liturgi, Jogjakarta, saat menggelar lokakarya
musik liturgi di berbagai daerah di Indonesia.
Kembali ke Kulihat Ibu Pertiwi. Lagu ini sudah
telanjur terkenal di Indonesia, syairnya sangat
menyentuh orang Indonesia, apa pun agama,
etnis, suku, latar belakangnya. Bahwa dia
meminjam melodi karya Charles Crozat
Converse bukan masalah. Persoalannya, sejak
dulu guru-guru musik serta penerbit buku
nyanyian di Indonesia alpa mencantumkan
nama penulis melodi dan penulis lirik/syair.hurek.blogspot.com/2007/08/tentang-lagu-kulihat-ibu-pertiwi.htm

---------- Post Merged at 10:00 PM ----------

Iman Dwi Hartanto, penyiar Radio Suara
Surabaya [SSFM], yang sangat dikenal warga
Surabaya dan sekitarnya. Ini karena SSFM
banyak didengar, sering menjadi rujukan
informasi lalulintas, dan berita-berita mutakhir
alias breaking news.
Setiap Jumat malam, Iman memandu
'Memorabilia', program lagu-lagu kenangan.
Ada lagu Indonesia, Barat, jenisnya macam-
macam. Ada lagu 1950-an, 1960-an, 1970-an.
Penyanyinya macam-macam. Iman cakap bikin
kategorisasi, ini didukung koleksi SSFM yang
cukup, sehingga sajian 'Memorabilia' selalu
menarik. Apalagi, kalau Ibu Tutik [lansia]
gabung melalui telepon, wuih... ramai nian.
Ada lagi yang menarik, sekaligus menjadi
penanda berakhirnya 'Memorabilia'. Apa itu?
Iman Dwi Hartanto selalu memutar nomor
instrumental Kulihat Ibu Pertiwi. Anak-anak
sekolah dasar dan lanjutan di Indonesia,
khususnya Jawa, tahu benar syair dan melodi
nyanyian ini.
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Suatu ketika ada pendengar bertanya, Kulihat
Ibu Pertiwi itu ciptaan siapa? Kok enak sekali?
Iman, saya tahu, berusaha menjawab dengan
hati-hati. Sebab, bagaimanapun juga SARA
[suku, agama, ras, antargolongan] sangat peka
di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Salah
jawab bisa gawat, Bung.
Tapi Pak Markus Sajogo dalam sebuah
percakapan dengan saya mengatakan, lagu
Kulihat Ibu Pertiwi jelas-jelas lagu rohani
kristiani atawa gospel song. Saya pun diminta
mengecek KIDUNG JEMAAT, buku nyanyian
umat Kristen Protestan di Indonesia. Karena
itu, Pak Markus, pengacara dan tokoh
masyarakat Surabaya, heran kok bisa lagu
gospel direkayasa menjadi Kulihat Ibu Pertiwi.
Saya pun cek KIDUNG JEMAAT. Benar! Lagu itu
bertajuk Yesus Kawan yang Sejati, KIDUNG
JEMAAT Nomor 453.
Lagu tiga bait itu ditulis Charles Crozart
Converse, 1868, komposer asal Amerika Serikat,
1832-1918. Syair asli 'What a friend we have in
Jesus', ditulis oleh Joseph Medlicott Scriven,
1855. Yayasan Musik Gereja [Yamuger]
kemudian menerjemahkannya dalam bahasa
Indonesia pada 1975, dan kemudian menjadi
lagu rohani kristen di Indonesia.
Aransemen paduan suara [kor] standar diambil
dari Hymns of the Christian Life, 1936. Lagu ini
pendek, hanya 16 bar, 4/4, moderato [MM 80],
F = do. Tata suara sederhana saja sehingga
sangat mudah dinyanyikan. Dalam dunia
paduan suara, masuk kategori A: sangat
mudah, tidak perlu latihan lama-lama. Anak-
anak sekolah dasar pun bisa.
Lalu, bagaimana pula dengan lagu Kulihat Ibu
Pertiwi yang sangat terkenal di Indonesia itu?
Siapa yang menulis syair dan musiknya? Saya
sudah memeriksa beberapa buku kumpulan
lagu nasional, termasuk terbitan Musika,
Jakarta. [Buku-buku nyanyian penerbit ini
terbilang sangat bermutu dan laku keras.]
Ada memang Kulihat Ibu Pertiwi. Tapi tidak ada
informasi apa pun tentang nama penulis lagu
dan lirik. Hanya ditulis N.N. = no name atawa
anonim. Jangan heran, orang Indonesia
[umumnya] tidak pernah tahu asal-muasal lagu
tersebut. Dan memang sejak dulu orang
Indonesia kurang memperhatikan 'hak cipta',
tak begitu gubris nama pengarang lagu. Praktik
bajak-membajak, jiplak-menjiplak, malah
menjadi 'tradisi' di industri musik rekaman
Indonesia.
Berdasar data-data di KIDUNG JEMAAT, juga
beberapa buku nyanyian gerejawi lainnya
[terbitan Indonesia dan luar Indonesia], saya
akhirnya menyimpulkan bahwa lagu Kulihat
Ibu Pertiwi itu IDENTIK dengan What a Friend
We Have in Jesus karya Charles Crozart
Converse asal Amerika Serikat pada 1868.
Melodinya 100 persen sama.
Saya menduga, melodi khas nyanyian gerejawi
internasional itu kemudian diadopsi oleh
seorang komposer atau guru musik atau siapa
saja yang punya hubungan dengan pendidikan
musik di sekolah dasar atau sekolah menengah
di Indonesia. Besar kemungkinan orang itu
beragama Kristen, atau setidaknya akrab
dengan melodi karya Charles Crozat Converse.
Mungkin, karena terkesan dengan melodi nan
indah, ia memasukkan kata-kata baru bertema
kepedihan Ibu Pertiwi [alam Indonesia],
dibukukan, diajarkan kepada anak-anak
sekolah. Maka, orang Indonesia pun terbiasa
dengan 'lagu nasional' Kulihat Ibu Pertiwi.
Beberapa tahun lalu, Pak Markus Sajogo pernah
mencoba mengusut siapa gerangan penulis lirik
Kulihat Ibu Pertiwi, yang meminjam melodi
karya Converse, 1868. Tapi hasilnya belum
jelas.
Sekali lagi, saya menduga-duga, orang yang
kreatif itu niscaya komposer berlatar belakang
Kristen Protestan karena buku-buku nyanyian
Katolik [resmi] yang pernah beredar di
Indonesia [ Jubilate, Kantar Serani, Syukur
Kepada Bapa, Madah Bakti, Kidung Adi,
Exultate, Kidung Syukur, Puji Syukur , dan
beberapa lagi] tak pernah memuatnya.
Sebaliknya, hampir semua buku nyanyian
Protestan memuatnya.
Sebagai catatan, lagu-lagu nasional atau lagu
wajib atau apa pun namanya mengikuti pola
strofik di kidung-kidung kristiani yang
diwariskan misionaris Barat, entah itu Jerman,
Belanda, Amerika Serikat, Swiss. Ini bisa
dipahami karena pengarang lagu-lagu nasional
kita banyak yang beragama nasrani, khususnya
Protestan dari gereja-gereja arus utama.
Sebut saja Liberti Manik, Binsar Sitompul,
Cornel Simanjuntak, Subronto Kusumo Atmojo,
F.X. Sutopo, Frans Haryadi, N. Simanungkalit,
dan seabrek nama terkenal lainnya. Mereka ini
berlatar belakang sekolah musik gerejawi,
setidaknya berguru pada pemusik-pemusik
klasik Barat. Dirasa Indonesia membutuhkan
banyak lagu-lagu nasional, maka jalan
termudah, ya, mengikuti pola nyanyian strofik
gereja yang sudah ada.
Bagi saya, 'pinjam-meminjam melodi' sudah
lazim dalam dunia musik. Bukankah lagu-lagu
gerejawi, khususnya pasca-Reformasi Martin
Luther, menggunakan melodi lagu-lagu rakyat
di Eropa? Setelah diberi syair baru, syair
kristiani, jadilah lagu gerejawi, puji-pujian
kepada Tuhan.
Jangan lupa, Misa Dolo-Dolo yang sangat
tekenal di Gereja Katolik Indonesia
menggunakan melodi lagu rakyat Lamaholot di
kampung saya, Flores Timur. Oleh Pak Mateus
Wari Weruin, komponis musik liturgi, bahan
dasar dari kampung ini diolah menjadi
ordinarium misa bernuansa Flores Timur. Pola
macam ini pun masih dilakukan Pusat Musik
Liturgi, Jogjakarta, saat menggelar lokakarya
musik liturgi di berbagai daerah di Indonesia.
Kembali ke Kulihat Ibu Pertiwi. Lagu ini sudah
telanjur terkenal di Indonesia, syairnya sangat
menyentuh orang Indonesia, apa pun agama,
etnis, suku, latar belakangnya. Bahwa dia
meminjam melodi karya Charles Crozat
Converse bukan masalah. Persoalannya, sejak
dulu guru-guru musik serta penerbit buku
nyanyian di Indonesia alpa mencantumkan
nama penulis melodi dan penulis lirik/syair.hurek.blogspot.com/2007/08/tentang-lagu-kulihat-ibu-pertiwi.htm

AsLan
09-06-2013, 03:32 AM
melodinya dari lagu gereja, teks syairnya asli indonesia tapi siapa orangnya? misterius.

---------- Post Merged at 02:28 AM ----------

kalo syair yg versi gerejanya ditulis oleh scriven, kalo gak salah.
dia seorang pria yg sangat baik dan sangat miskin, calon istrinya tewas tenggelam sehari sebelum pernikahan mereka, scriven sendiri dimasa tuanya juga ditemukan tewas tenggelam, orang menemukan syair tulisannya lalu menggabungkannya dengan melodi menjadi lagu.

---------- Post Merged at 02:32 AM ----------

kata "Pertiwi" sudah pernah dibahas di KM, nama dewi..

cherryerichan
09-06-2013, 09:07 AM
ada..digubah oleh kamsidi.. lupa nama belakangnya.